Hingga suatu ketika ada sebuah pertempuran terbuka.
Swandaru, Agung Sedayu, sampai Untara terlibat di dalamnya. Melawan gerombolan perampok dusun.
Untara sudah paham melihat Agung Sedayu. Dan sebagai Perwira kerajaan, ia memilih jalur formal.
Maka pertempuran melawan perampok, dipercayakan kepada Agung Sedayu. Jika darurat, Untara siap membantu dengan membawa pasukan.
Tampaklah kedua santri Kiai Gringsing terlibat dalam pertempuran melawan perampok.
Bunyi cemeti meledak melengking melawan pedang dan tombak musuh.
"Ayo Kakang Agung Sedayu, jangan lamban begitu, "teriak Swandaru, seakan-akan untuk menyemangati kakak perguruannya.
Sementara itu, Agung Sedayu memang lebih sering termangu-mangu.
Perampok itu bukan lawan sebandingnya. Akankah ia harus mengeluarkan jurus Cambuk Geni, hanya untuk menundukkan musuh kelas begitu?
Maka, Agung Sedayu hanya memilih meloncat ke sana ke mari.
Sementara, Swandaru sudah tidak sabar meledakkan cambuknya.