Mohon tunggu...
I Nyoman Tika
I Nyoman Tika Mohon Tunggu... Dosen Kimia Undiksha - Hoby menanam anggur

Jalan jalan dan berkebun

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Meja Makan yang Sama

13 September 2025   22:17 Diperbarui: 13 September 2025   22:17 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di kepalanya, ia bisa melihat Kartika duduk di meja makan, mungkin sendirian, mungkin dengan sunyi yang mendampingi. Namun di balik kesederhanaan itu, ada cinta yang melimpah. Masakan itu bukan sekadar santapan, melainkan sebuah doa yang dimasak perlahan, sebuah kesetiaan yang disajikan hangat-hangat.

Di antara layar yang menyala dan pesan yang saling berbalas, ada jarak yang tak bisa ditembus. Namun jarak itu juga yang membuat cinta semakin terasa. Seperti langit malam yang lebih indah dilihat dari kegelapan, seperti bintang yang lebih terang bila dipandang dari kesunyian.

Kirana tahu, jalan yang ia pilih tak selalu mudah. Seminar, perjalanan, pekerjaan---semua itu menuntut waktu dan tenaga. Tapi ia juga tahu, di ujung semua itu, ada seseorang yang selalu menunggu, yang selalu percaya bahwa semua pengorbanan ini bukan sia-sia.

Kartika pun tahu, menunggu bukan perkara mudah. Ada rindu yang tak tertuntaskan, ada sepi yang harus dipeluk sendiri. Namun ia percaya, bahwa menunggu Kirana adalah bentuk paling nyata dari kesetiaan. Dan kesetiaan adalah rumah, tempat semua cinta kembali.

Malam semakin larut. Di penginapan sederhana, Kirana menutup matanya. Ia bisa mendengar suara bayangan Kartika di telinganya, "Papa selalu menunggumu, sayang." Kalimat itu menjadi selimut, menutupi lelahnya, menenangkan pikirannya.

Di rumah yang jauh, Kartika juga menatap langit-langit kamarnya. Ia membayangkan wajah Kirana yang tertidur lelap setelah seharian berjuang. Ia membisikkan doa tanpa suara, agar istrinya selalu sehat, agar langkahnya selalu dimudahkan.

Dan entah bagaimana, meski berada di dua tempat berbeda, mereka merasa sedang duduk di meja makan yang sama. Meja tak terlihat, namun dipenuhi sayur hangat, tahu goreng, sambal pedas, pepaya manis, dan tentu saja: cinta yang tidak pernah habis.

Cinta, pada akhirnya, bukanlah tentang besar atau kecilnya pesta, bukan pula tentang jarak yang memisahkan atau dekatnya jarak yang menyatukan. Cinta adalah ketika dua hati tetap bisa duduk bersama, bahkan di meja makan yang tak kasat mata.

Cinta adalah ketika percakapan sederhana di layar ponsel bisa menjelma jadi doa panjang, ketika "sudah makan, sayang?" berarti "aku peduli padamu," ketika "jangan lupa mandi, ya" berarti "jangan lupa jaga dirimu."

Dan cinta adalah ketika sepotong pepaya bisa menjadi simbol manisnya kebersamaan, ketika sepiring tahu goreng bisa menjadi saksi bahwa rumah bukanlah tempat, melainkan hati yang saling menunggu.

Maka, meski malam itu mereka tidur di ranjang yang berbeda, sejatinya mereka sedang tidur dalam mimpi yang sama: mimpi tentang hari esok di mana meja makan mereka tak lagi kosong, di mana rindu tak lagi dititipkan pada pesan singkat, di mana cinta tak lagi terhalang jarak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun