Mohon tunggu...
NoerHasni
NoerHasni Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pencari ilmu yang mencoba mengambil bagian dari roda zaman...

"The world is a fickle place, and it's not fair. But if you're getting most of your rewards from you, then you can use that as a kind of compass, and you can be secure in the fact that you're working for the right reason, and you're going in the right direction."

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pelajar dalam Lingkaran Krisis Multidimensional

20 November 2022   21:59 Diperbarui: 21 November 2022   17:45 1008
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang anak harus menutup mukanya karena menjadi korban bully dari teman-temannya. (sumber: Thinkstock via kompas.com)

Kita amati terlebih dahulu dilema orang tua bekerja. Boleh  dikatakan dewasa ini manusia seolah-olah digiring oleh berbagai "kebutuhan" untuk menjadi sosok yang workaolic. 

Bagi pegawai dan karyawan Jam kerja yang diatur sangat tidak ramah keluarga (Apalagi masa pandemi kemaren), meski_pun WFH tapi fokus kerja nyaris 24 jam. 

Sementara di hari libur/weekend, seringkali waktu yang semestinya diberikan sebagai hak anak dan keluarga diisi dengan rapat dan pertemuan-pertemuan lain yang tentu saja menjauhkan si orang tua bekerja dengan anak dan keluarganya.

Ketika dilema dunia kerja dirasa menjauhkan diri dari anak dan keluarga, tidak jarang, terutama kaum perempuan/ibu, memutuskan untuk berhenti bekerja dan mengambil peran menjadi ibu rumah tangga. 

Tapi pandangan dan prejudice yang mereka terima dari masyarakat sangatlah jauh dari kata mendukung, kebanyakan pandangan yang mereka terima sangat menjatuhkan mental mereka yang mendedikasikan diri dengan sebutan ibu rumah tangga... eeiits, apa pengaruhnya? 

Nah, bagi kita yang terbiasa menyingkat suku kata, memang kedangkalan berpikir tidak akan mampu memaknai dampaknya... 

Tapi yang pasti  justru hal ini sangat mempengaruhi psikologis seorang ibu yang akan berdampak negatif untuk dirinya dalam memaksimalkan peran di rumah tangga.

Saya yakin, memang rumah tangga adalah garda terdepan dalam mendidik generasi, sebagaimana yang dikatakan rosulullah dalam sebuah hadits, "Setiap anak dilahirkan dalam kondisi fitrah kecuali orang tuanya yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi." (HR. Bukhari Muslim). 

Bahkan lebih spesifik lagi Islam secara tegas menyatakan generasi sekelas apa yang harus digembelang di rumah tangga, yaaa, generasi dengan kualifikasi seorang pemimpin alias khalifah.. 

Terbayangkan bagaimana bentuk, metode, dan kualitas pendidikan yang harus ada di rumah tangga untuk melahirkan generasi sekelas pemimpin ini? coba lihat sekolah-sekolah kepemimpinan itu betapa mahal biayanya..

Jika kita memahami hal diatas, maka sejatinya orang tua tau peran yang harus diambilnya. Akan tetapi, fenomena yang agak ganjil juga marak terjadi saat ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun