1. Ontologi TP:
Indonesia: Cenderung memandang TP sebagai praktik yang berpotensi menyebabkan pengalihan laba (profit shifting) dan, oleh karena itu, merupakan isu penghindaran pajak. Fokus utamanya adalah melindungi basis pajak nasional dari erosi.
OECD: Memahami TP sebagai mekanisme ekonomi dan fiskal yang esensial untuk mengalokasikan laba secara adil sesuai ALP. OECD tidak menganggap TP secara inheren ilegal, tetapi menekankan pentingnya penyesuaian harga antar entitas terafiliasi agar sesuai dengan kontribusi ekonomi riil.
2. Epistemologi TP:
Indonesia: Pengetahuan TP diperoleh melalui interpretasi peraturan domestik (seperti UU PPh, PMK, PER), adaptasi panduan OECD untuk konteks lokal, serta hasil audit dan pemeriksaan dokumentasi TP.
OECD: Pengetahuan TP didasarkan pada analisis ekonomi mikro, evaluasi fungsi, risiko, dan aset. ALP adalah prinsip utama. OECD menekankan pentingnya dokumentasi komprehensif (Master File, Local File, CbC Report) dan pendekatan substance over form (prioritas pada substansi ekonomi di atas bentuk legal).
3. Aksiologi TP:
Indonesia: Tujuan utamanya adalah menjaga integritas basis pajak domestik, mencegah manipulasi laba, dan meningkatkan kepatuhan wajib pajak. TP seringkali dilihat sebagai potensi pelanggaran fiskal jika disalahgunakan.
OECD: Bertujuan untuk mewujudkan pembagian laba global yang adil, menghindari double taxation dan double non-taxation, serta mendorong transparansi dan kerja sama antar otoritas pajak sebagai bagian dari Good Tax Governance global.
V. Analisis Transfer Pricing dengan Pendekatan 5W+1H
Pendekatan 5W+1H (What, Why, Who, When, Where, How) menyediakan kerangka praktis untuk mengkaji dimensi kunci TP: