Mohon tunggu...
Yusuf Hamim
Yusuf Hamim Mohon Tunggu... Abdi Negara -

Pokoke Nulis

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Kartini Menggugat

21 April 2017   22:04 Diperbarui: 22 April 2017   08:00 348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Dengarlah  senyum kecut perempuan yang mengajari tunas-tunas kecil yang hampir mati kepanasan mengenal aksara di pedalaman belantara Andalas, tangan suci keihklasannya hanya di hargai selembar kertas, hanya sekedar ingin melihat dinding pembatas dari peradaban kolot anak anak rimba,

Dengarlah ketiak lengan baju robek perempuan pemetik teh yang menambah dolar juragan juragan kaya yang hanya dihargai tiga ratus rupiah setiap keranjang yang ujung anyamannya sudah mulai retas, sekedar anak-anaknya bisa makan gula-gula dan tertawa-tawa bersama teman temannya di pinggir kali Wonosari,

Dengarlah retak tulang tangan punggung delapan belas kuli angkut  bawang merah dan cabe rawit pasar legi milik tengkulak-tengkulak kelas teri yang kadang sok-sokan jadi pialang pasar, hanya sekedar agar pedaringan berasnya tak ikut terbang di bawa angin lereng merapi,

Dengarlah  denguh lembut kulit masa lalu, dendam kesumat Ratu Kalinyamat yang diam telanjang mengucap mantra mantra menyumpahi tangan berlumur darah orang yang dianggap bersih karena merasa hasil didikan seorang susuhunan suci tanah ini, sekedar menangisi mayat suami yang mencumbuinya mesra setiap malam jum’at,

Dengarlah derak-derak daun bambu hutan wilangan yang jadi ngeri mendengar tangis arwah perempuan buruh pabrik rokok yang tubuh dan kehormatannya di cabik-cabik karena minta upah  naik lima ratus lima puluh perak, hanya sekedar agar dia dan teman-temannya bisa hidup layak tak nampak budak,

Dengarlah tangis pertobatan perempuan-perempuan penggoda tepi jalan yang rela menginjeksi bokong dan dada agar mengkal seperti durian sampai akhirnya lepas nyawa di badan, hanya sekedar bersaing dengan kolega agar bisa tidur beralas kertas emas dan dasi-dasi mengkilat dari laki-laki yang kadang bersandiwara jadi pejabat,

Dengarlah serak suara perempuan penjual cilok bakar di trotoar sebuah demo tentang kesetaraan gender di negeri bahari yang terkenal dengan permepuan-perempuan alami sawo matang, yang ketar ketir dagangannya berhamburan di usir bengis wajah penertib kota ini, sekedar agar cilok bakarnya dilirik dan dicicipi ibu menteri,

Dengarlah kebencian turun temurun perempuan dari negeri serambi mekah, yang sejengkal saja tanahnya tak relak di injak-injak belanda laknat, sekedar bukan gambarnya saja yang di tempel di dinding-dinding jamuran sekolah namun perjuangannya kita lupa,

Dengarlah harapan-harapan yang hampir pupus dari perempuan guru-guru honorer berupah sabun dan garam dapur, yang tanpa terasa sedang membebankan harapannya di sanggul-sanggul karatan muridnya yang hari ini berlenggak-lenggok di catwalk paving dan senyum bangga di balik secarik kertas dan piala, sekedar tonggak-tonggak peradaban bangsa ini tak roboh di terpa hedonisme dan pungli-pungli,

Dengarlah tangis tertahan sang ibunda Kartini, yang berkobar-kobar semangatnya membakar seluruh ruang hati perempuan bangsa dan anak-anak jaman ini, dari gelap harumnya sangkar madu yang mengurung pilu, sekedar tak pupus harapan dan terus meyakini agar terlahir kembali seribu Kartini,

Dengarlah kecipak air suci menyadarkan mata sang lelaki yang di cipratkan ibunda Kartini yang marah dalam balut kepantasan, hanya sekedar .... agar engkau mendengar betapa kerasnya ibunda menentang poligami, namun apa daya sedih teramat, harus menyerah jadi isteri keempat,....

...........

Hari ini...

Seribu Kartini mati...

Seribu Kartini hidup lagi..

21 April 2017

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun