Mohon tunggu...
Yohanes Patrio
Yohanes Patrio Mohon Tunggu... Karyawan Biasa

Pria Juga Boleh Bercerita. Peminat Filsafat, Sastra dan Budaya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jejak Tuhan Pada Wajah Gadis Misterius di Seberang Jalan

25 September 2025   19:09 Diperbarui: 25 September 2025   20:57 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada saat itu pula dengan tanpa sebab, ingin rasanya diri ini melemparkan senyum kepadanya. Sebuah senyum yang dulu sempat dikatakan manis oleh seorang gadis cantik jelita yang sempat aku taksir. Belakangan barulah aku tahu bahwa ternyata itu adalah fitnah. Sebab ketika kunyatakan cinta padanya, ia menolak. 

Ah,..rupanya bukan saja serigala berbulu domba yang siap meluluhlantakan nasibku secara kolektif dalam masyarakat. Secara pribadi, aku juga dibuat hancur lebur di dalam percintaan dengan sandiwara serupa meskipun tak sama : pujian berbalut hinaan. Ya, ya... Antara pejabat dan rakyatnya hanya dibedakan garis tipis setebal tisu. Maka jika pun posisinya bergantian, tetap akan sama saja, tidak akan melahirkan perubahan. Ah, ya... Pandai benar orang jaman sekarang. Aku bergumam lagi.

Niat memberi senyum kepada gadis misterius ini pun lalu aku urungkan. Bukan karena takut ia tidak membalas senyumku, tapi karena aku sudah mulai menyadari satu hal : dari wajahnya aku menyadari akan tanda tanya yang ada dalam benakku selama ini yaitu tentang kenapa aku hanya melihatnya pada hari libur tak lain karena ia malu dan ia ingin menyembunyikan sebagian dirinya dari dunia yang kejam menilai tubuh, bentuk, dan rupa.

Ia lalu menjadikan siang yang lengang sebagai sahabat dan malam yang sunyi sebagai kekasih, yakni kekasih dan sahabat yang bisa menerima dia apa adanya sebagai manusia.

Ah..Sapaan sekaligus teguran malam yang mencekam seperti ini lalu mengingatkanku akan sebuah sabda : Barangsiapa memandang seorang perempuan dengan nafsu birahi, orang itu sudah berzinah dengan wanita itu dalam hatinya.

Tidak! Kata hatiku. Aku tidak memandangnya dengan nafsu birahi karena pandangan seperti itu selalu dipicu oleh nilai - nilai keindahan : wajah yang cantik, tubuh yang seksi, rambut yang klimis, kulit mulus dan bening, serta berbagai pemicu lainnya yang sesuai selera dari yang memandang.

Tapi toh dosaku sama saja. Aku telah memberikan penggambaran yang sewenang -wenang atas dirinya. Bahkan ketika aku belum sempat menatap matanya dan memandang wajahnya dari dekat, aku sudah sewenang - wenang dalam memperlakukannya dengan dalil kebebasan, lupa bahwa kebebasan pun selalu ada batasnya. Begitu kata hatiku yang satunya seolah tak membiarkanku lolos dari segala kesombongan pikiranku selama ini.

Dan lagi, hatiku yang lainnya menimpali: Bahkan di dalam medan dosa sekalipun, mereka seolah tak punya tempat.  Tapi lantas kenapa mereka tetap dibenci, disingkirkan, diasingkan dan terkadang ditolak dalam pergaulan? Apakah hanya karena tubuh mereka tidak ideal, rambut mereka tidak sama dengan yang lain, bentuk muka mereka berbeda lalu mereka ditertawakan bahkan saat mereka tidak membuat orang seharusnya tertawa?

Ataukah karena mereka tidak mampu membeli produk canggih yang bisa menyaring segala kekurangan dan keterbatasan mereka? Tapi jika yang terkahir masuk sebagai alasan, bukankah itu adalah sebuah tipu muslhiat yang cukup hebat? Dan hati kecil mereka barangkali tak sanggup melakukan itu.

Dan oh, satu lagi! Bukankah mereka berhak bahagia? Berhak mendapatkan apa yang mereka inginkan? berhak dicintai? Berhak mendapatkan tempat dihati seseorang?

Ah,...Seandainya cinta seorang laki - laki itu tidak didorong oleh nafsu birahi dan alasan reproduksi dengan visi -misi melahirkan bibit unggul, maka gadis seperti dia barangkali sudah memiliki satu tempat entah pada hati siapa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun