Saya tidak tahu dengan Anda, tapi saya merasa miris ketika melihat seorang anak sudah bertingkah rasis terhadap temannya.
Siapa yang mengajari anak itu berbuat demikian?
Ketergantungan
Pujian yang terlalu sering kita terima berpeluang untuk melekat lengket dalam jati diri kita, sehingga ketika mereka berhenti memuji kita, bencana melanda. Kita sudah terlanjur "kecanduan", dan sesuatu yang sudah candu akan sangat sulit untuk dilepaskan.
Bagaimana sebaiknya kita memberikan pujian?
Sejauh ini, kita bisa memahami bahwa memuji itu seperti sebuah keterampilan khusus yang sepatutnya dipahami baik-baik.Â
Tidak sembarang pujian dapat mendatangkan manfaat pada objek. Salah-salah metode ... bencana! Tapi, inilah beberapa poin yang saya sarankan.
Pujilah proses mereka, bukan bakat mereka
Seandainya Anda seorang guru, pilih satu pujian yang akan Anda tuturkan kepada murid yang mendapatkan nilai sempurna:
"Wah, kamu melakukannya dengan sangat baik. Kamu sangat pintar!" atau "Oh, kamu melakukannya dengan sangat baik. Kamu pasti telah belajar sangat tekun!"
Jika Anda balik bertanya pada saya, dengan senang hati saya akan memilih pernyataan yang kedua. Saya lebih menghargai seseorang karena proses yang diperjuangkannya daripada hasil sempurna yang diraihnya.
Saya tidak memuji kekayaan seorang anak yang terlahir dari keluarga kaya raya. Saya memuji seorang anak yang berjuang untuk menafkahi adiknya di pinggir jalan.
"Kamu sangat pintar" adalah apresiasi yang merujuk pada bakat murid tersebut. Sekarang jika dia percaya bahwa dirinya terlahir sebagai orang pintar, apa yang terjadi ketika dia menerima nilai rendah suatu waktu? Nah, itu.
Tetapi ketika pujian itu mengarah pada prosesnya dalam belajar, saya yakin, dia akan senang untuk terus belajar dan belajar. Pada akhirnya kita tahu, pujian "pintar" yang kita tahan terhadapnya seiring waktu akan terwujud dengan sendirinya tanpa harus dibunyikan.