Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis

Live to the point of tears.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ketika Pujian Berubah Menjadi Bencana dan Berdampak Negatif

5 Juli 2021   11:52 Diperbarui: 7 Juli 2021   22:03 701
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tidak selamanya kita membutuhkan pujian | Ilustrasi oleh Carlos Pereyra via Pixabay

Saya tidak tahu dengan Anda, tapi saya merasa miris ketika melihat seorang anak sudah bertingkah rasis terhadap temannya.

Siapa yang mengajari anak itu berbuat demikian?

Ketergantungan

Pujian yang terlalu sering kita terima berpeluang untuk melekat lengket dalam jati diri kita, sehingga ketika mereka berhenti memuji kita, bencana melanda. Kita sudah terlanjur "kecanduan", dan sesuatu yang sudah candu akan sangat sulit untuk dilepaskan.

Bagaimana sebaiknya kita memberikan pujian?

Sejauh ini, kita bisa memahami bahwa memuji itu seperti sebuah keterampilan khusus yang sepatutnya dipahami baik-baik. 

Tidak sembarang pujian dapat mendatangkan manfaat pada objek. Salah-salah metode ... bencana! Tapi, inilah beberapa poin yang saya sarankan.

Pujilah proses mereka, bukan bakat mereka

Seandainya Anda seorang guru, pilih satu pujian yang akan Anda tuturkan kepada murid yang mendapatkan nilai sempurna:

"Wah, kamu melakukannya dengan sangat baik. Kamu sangat pintar!" atau "Oh, kamu melakukannya dengan sangat baik. Kamu pasti telah belajar sangat tekun!"

Jika Anda balik bertanya pada saya, dengan senang hati saya akan memilih pernyataan yang kedua. Saya lebih menghargai seseorang karena proses yang diperjuangkannya daripada hasil sempurna yang diraihnya.

Saya tidak memuji kekayaan seorang anak yang terlahir dari keluarga kaya raya. Saya memuji seorang anak yang berjuang untuk menafkahi adiknya di pinggir jalan.

"Kamu sangat pintar" adalah apresiasi yang merujuk pada bakat murid tersebut. Sekarang jika dia percaya bahwa dirinya terlahir sebagai orang pintar, apa yang terjadi ketika dia menerima nilai rendah suatu waktu? Nah, itu.

Tetapi ketika pujian itu mengarah pada prosesnya dalam belajar, saya yakin, dia akan senang untuk terus belajar dan belajar. Pada akhirnya kita tahu, pujian "pintar" yang kita tahan terhadapnya seiring waktu akan terwujud dengan sendirinya tanpa harus dibunyikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun