Mohon tunggu...
muhalbirsaggr
muhalbirsaggr Mohon Tunggu... Guru sekaligus Operator/telah menulis Buku Antologi Jejak Pena dan Lukisan Rasa

Saat ini giat Menulis/orangnya pendiam-pekerja keras/konten favorit aku adalah Karya Fiksi/Non Fiksi, Inovasi pendidikan, Puisi serta perjalanan wisata

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cahaya dari Bunga Mata Kucing

16 Oktober 2025   06:20 Diperbarui: 16 Oktober 2025   06:20 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tanaman Bunga Mata Kucing di depan Kantor (M.2025)

Mereka menanamnya dengan doa, bukan dengan mesin.

Bu Ratmi yang kini sehat kembali membuka warung jamu, menjual ramuan alami sambil bercerita kepada pengunjung tentang masa lalu. "Anakku dulu menangis di depan bunga itu," katanya sering sambil tertawa, "dan lihatlah sekarang, bunga itu menyembuhkan banyak orang."

Pada hari peresmian taman konservasi, Arkan berdiri di panggung sederhana. Di hadapannya, anak-anak desa membawa pot kecil berisi bunga Mata Kucing hasil pembibitan mereka sendiri. Ia menatap ke arah Sinta yang berdiri di antara kerumunan, memakai kebaya biru lembut, dengan senyum yang selalu ia kenal.

"Bunga ini," katanya di depan hadirin, "mengajarkan kepada kita bahwa ilmu pengetahuan sejati lahir dari cinta. Ia tidak menuntut keuntungan, hanya kejujuran dalam hati."

Tepuk tangan bergema di udara sore. Saat matahari mulai turun, kelopak bunga di taman itu bersinar serentak, seperti ribuan bintang yang turun ke bumi. Anak-anak berlari di antara cahaya biru yang berkelip lembut.

Arkan turun dari panggung dan menghampiri Sinta.

"Aku pernah berjanji akan melindungi bunga ini," katanya.
"Dan aku berjanji akan terus melindungimu juga."

Sinta menunduk, wajahnya memerah, lalu tersenyum.

"Kalau begitu, biarkan aku menanam bunga untukmu di halaman rumah. Biar cahaya ini selalu menyertai langkahmu."

Mereka tertawa, diiringi sorak gembira anak-anak desa. Di langit, awan jingga perlahan berubah biru, seolah ikut tersenyum pada kisah yang bermula dari sehelai kelopak bunga dan berakhir dengan cahaya kasih yang menyembuhkan.

8. Epilog --- Cahaya yang Tak Pernah Padam
Bertahun-tahun kemudian, orang-orang dari berbagai kota datang ke Lembah Sore untuk belajar tentang terapi cahaya alami dari Bunga Mata Kucing. Di dunia kedokteran, luminoferin kini dikenal sebagai senyawa alami penyembuh saraf dan paru-paru tanpa efek samping, hasil kolaborasi antara alam, cinta, dan pengetahuan manusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun