Anan makin giat bekerja, ia sendiri yang begitu antusias menyiapkan segala keperluan Gischa, memperhatikan setiap asupan gizi dan vitamin yang masuk ke tubuh istri dan bayinya.
Awalnya kehamilan Gischa baik-baik saja, namun menginjak bulan ke tujuh, Gischa mulai sering merasakan nyeri di pangkal panggul. Dokter kandungan yang memeriksanya cuma mengatakan itu sebagai efek janin yang makin berat, dan Gischa harus banyak istirahat agar tidak terlalu capek.
Tapi satu bulan sebelum  melahirkan, Gischa mengalami pecah ketuban sehingga harus melalui operasi Caesar. Semua tampak normal, Operasi Caesar berjalan lancar dan Hamzah hadir menjadi pelengkap kebahagiaan keluarga kecil itu.
Namun, sekitar tiga minggu kemudian, Gischa mulai sering mengeluh mengalami kesemutan dan kebas di ujung jarinya, sehingga kakinya mengalami kelemahan.
Mengira hanya terkena flu, Gischa berkonsultasi dengan dokter umum, dan diberitahu bahwa ia mengalami saraf terjepit dan diperbolehkan rawat jalan.
Malam itu, Gischa terbangun oleh tangis Hamzah. Ketika ia berdiri untuk menyusui anaknya, tiba-tiba ambruk karena kakinya mendadak tak mampu menyangga tubuhnya.
"Gischa..!" teriak Anan panik. Saat itu juga Ia langsung membawa ke rumah sakit dan Gischa harus di rawat.
"Ibu Gischa harus menjalani serangkaian pemeriksaan berupa test darah lengkap, lumbar puncture dan EMG." Dokter umum yang memeriksa Gischa akhirnya merujuk pada Dokter Sonya, spesialis syaraf.
"Sakit apa istri saya, Dok?" tanya Anan cemas.
"Saya belum bisa memastikan, Pak. Besok seteah hasil test keluar, Dokter Sonya akan menjelaskan pada anda."
Menunggu hasil test  adalah hal yang sangat menyiksa bagi Anan. Kondisi Gischa makin menurun. Tiga hari bagai setahun. Sementara lambat laun Gischa mulai mengalami kesulitan bernafas, satu demi satu organ tubuhnya tak berfungsi, hingga puncaknya mengalami koma dan harus dirawat di pindahkan ke ruang ICU.