"Bisnis itu gampang, kok. Aku yakin Lintang lebih pengalaman," ujar Anan.
"Prinsipnya sama, hanya saja selama ini kamu mengendalikan bisnis orang lain dengan metoda kapitalis. Berniaga dengan manusia dalam menghitung untung dan rugi, sekarang saatnya kamu berniaga dengan Allah, dan percayalah... berbisnis dengan Allah tak akan pernah rugi justru akan terus bertambah keberkahan."
"Maksudnya? Gimana caranya berniaga dengan Allah?" Lintang penasaran.
"Berserah total pada Allah, cintai Allah tanpa syarat, jangan pernah menghitung untung dan rugi dalam berbisnis dengan Allah, karena Dia lebih tahu bagaimana mencukupkan rezekimu."
Lintang manggut-manggut, sesungguhnya ia belum terlalu paham apa yang dimaksud Anan. Tapi Lintang membulatkan tekadnya, ia harus lebih baik.
"Ingat juga, dalam setiap rezeki kita ada hak orang lain, maka jangan lupa sedekah sebagai tanda syukur kita atas rezeki yang telah sampai pada kita."
"Insyaa Allah, Mas. Doakan aku bisa menjalankan apa yang Mas Anan perintahkan."
"Eittss... " Anan menggelengkan kepalanya sambil menyilangkan telunjuk di depan bibirnya. Membuat Lintang menahan tawa geli.
"Kalau kamu ingin belajar menjadi lebih baik, bukan atas perintahku. Tapi sekali lagi lakukan semuanya sebagai tanda cinta tak bersyarat pada-Nya. Cinta yang tak berharap pujian makhluk, melainkan hanya berserah pada-Nya. Berharap cinta-Nya dengan berserah diri total, sabar dan ikhlas pada setiap ketetapannya.  Karena move on berhijrah menjadi lebih baik saja itu tidak cukup, tapi  juga harus move up mendekatkan diri pada Allah."
Matahari telah lengser ke barat, Lintang pamit, ia merasa hatinya tercerahkan. Gischa memeluknya erat, membisikkan sesuatu yang membuat Lintang tersenyum dan mengangguk.  Lintang bergegas masuk mobil, dilihatnya Anan memeluk Gischa dengan tatapan teduh, kembali hati Lintang berdesir halus. 'Apakah aku harus mencintai Rabb-ku terlebih dulu untuk bisa mendapatkan cinta laki-laki yang  mau mencintaiku tanpa syarat.' Lintang bersenandika. Kata-kata Anan terngiang di telinganya, "Mencintai itu syaratnya harus tanpa syarat. Jika tak bisa menyertai dalam saat-saat terburuk, maka tak layak untuk bersama pada saat-saat terbaik."
*