"Merdeka artinya  menghapus Tuhan-tuhan lain dalam hatimu." Anan sedikit menekan kalimatnya.
"Tuhan-tuhan.. Selain Allah. Tuhan-tuhan yang membuatmu merasa karena dialah kamu ada.. Karena dialah rejekimu datang.. Karena dialah kamu bertahan..Dan jika tuhan-mu itu tak ada, seolah kamu merasa, hancurlah duniamu."
Lintang menunduk, kalimat Anan begitu mengena, lirih tapi menusuk.
Tiba-tiba tangis Lintang pecah, apa yang dia alami dalam beberapa hari terakhir ini, pasti bukanlah suatu kebetulan. Pasti Allah juga yang mengirimkan dan mempertemukan dengan kejadian demi kejadian hingga sampai pada keputusannya untuk mundur dari perusahaan yang sudah dia abdikan tenaga dan pikiran selama lima belas tahun.
Ternyata keputusannya berhenti bekerja membuatnya merasa kehilangan tuhan.. Tuhan lain.. sayangnya tuhan itu bukan Allah.
Karena saat kehilangan semua pekerjaan, seolah hilang juga kebahagiaan, seolah tertutup semua pintu rejeki.. Seolah selama ini eksistensinya pada perusahaan itulah sumber segala kebahagiaannya.
Tanpa sadar jabatan, karir, gaji dan semua fasilitas yang ia terima  menjadi tuhan barunya.
"Kesalahan kita adalah menganggap bahwa pekerjaan kita adalah satu-satunya sumber rejeki. Padahal Allah sang Maha Rahman, Dialah Ar Razaq, maha memberikan rejeki, Allah sudah menjamin rejeki setiap hamba-Nya sejak empat bulan dalam kandungan." Lintang merasa kalimat Anan seperti pisau ditusukkan berkali-kali ke hatinya.
"Mengapa harus takut tak mendapatkan rejeki sedang kita adalah hamba Sang Maha Kaya. Â Allah mencukupkan rezeki kita dengan cara-Nya tanpa pernah kita tahu dengan cara apa atau siapa yang akan menjadi perantara sampainya rezeki pada kita." Lintang menunduk, pikirannya belum bisa sepenuhnya meyakini apa yang dikatakan Anan, tapi hatinya mengatakan kebenaran kalimat sahabatnya.
Lintang menghela napas, pikiran dan hatinya mulai tak sinkron, Â makanan di hadapannya tak lagi menggugah selera. Hatinya terlalu sakit oleh kenyataan pemikirannya yang salah selama ini. Karirnya memang melejit menggapai langit, tapi pemikiran dan pemahamannya tentang hidup kalah jauh, bahkan dibanding Dewi, penjual bubur yang hanya tamatan SMP.
"Letakkan keyakinanmu pada Allah. Seyakin-yakinnya bahwa Dia yang menggenggam semua ketetapan atas makhluk ciptaan-Nya. Serah hidup dan mati hanya pada-Nya. Cintai Dia dengan yang cinta tak bersyarat, agar Diapun mencintaimu tanpa batas."
"Tang, kalau kamu ragu.. kamu boleh belajar pada Mas Anan bagaimana cara membuka usaha," Gischa menimpali. Lintang menatap sahabatnya, menemukan ketulusan pada sepasang mata sayunya.