"Ok Lemon Tea hangat tiga." Lintang menutup pesanannya dan menyerahkan pada pramusaji yang menunggu di sisi meja.
Sambil menunggu pesanannya mereka ngobrol macam-macam mulai kenangan masa kuliah, proses hijrah Anan setelah Gischa sembuh dan perjalanannya merintis usaha Warung Baksonya. Sesekali terdengar tawa Gischa, ia nampak bahagia berada di antara orang-orang yang menyayanginya.
"Oh ya, apa rencanamu setelah ini? Apa kamu mau ikutan buka warung juga?" Gischa memandang Lintang serius.
Lintang terdiam seketika, ia mengangkat bahu, lalu menggeleng pelan. Percakapan terhenti ketika pesanan datang. Gischa memandang takjub pada hidangan yang ada di hadapannya. Anan dengan cekatan mengambil sepotong Kepiting Soka dan meletakkan di piring Gischa.
Lintang memandang kemesraan kedua sahabatnya, ada desir halus yang hadir. Semacam rasa iri, betapa ia sudah lama tidak merasakan kemesraan seperti itu. 'Tapi ahh... kenapa aku ini' Lintang menepis pikirannya sendiri, lalu menghela napas panjang.
"Entahlah."
"Aku bahkan masih belum memikirkan apa yang mau aku lakukan setelah ini," ujar Lintang, matanya sedikit berkabut.
"Bahkan aku nggak yakin apakah aku bisa bertahan hidup tanpa penghasilan. Tapi aku juga nggak tahu apa yang bisa aku lakukan setelah ini. Aku nggak punya keahlian lain selain managemen marketing"
"Kamu bisa mencoba jualan kecil-kecilan. Kamu punya gadget bagus yang bisa kamu manfaatkan untuk memulai usaha. Bukannya banyak tuh, bisnis online mulai dari reseller dengan sistem dropship. Kalau memang jalan nanti kan bisa bertahap meningkat lagi." Gischa memberikan masukan.
"Benar juga. Tapi aku nggak tahu apakah aku bisa, terutama apakah hasilnya nanti cukup untuk kebutuhan hidup." Ada nada pesimis dalam ucapan Lintang, ia menunduk.
"Yang pertama kamu harus merdekakan dirimu." Anan mengupas cangkang kepiting dan meletakkan dagingnya di piring Gischa.