Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Foodie Artikel Utama

Bunga-Bunga Kuliner di Trotoar Jalanan Kota Solo

7 Juli 2025   05:34 Diperbarui: 7 Juli 2025   11:15 680
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menjelang senja di Kedai Bali di bantaran Kali Pepe, Solo (Dokumentasi Pribadi)

Bu Painah dan anaknya sedang meracik nasi liwet pesanan pengunjung (Dokumentasi Pribadi)
Bu Painah dan anaknya sedang meracik nasi liwet pesanan pengunjung (Dokumentasi Pribadi)

Suapan pertama setelah doa makan, wah, luar biasa nikmatnya. Rasa gurihnya penuh tapi lembut dan berimbang pada semua isian pincuk. Teksturnya kaya, mulai dari areh yang sangat lembut, telur bacem dan suwiran daging ayam yang agak pulen, telur tim yang krenyes, sayur labu siam yang meleleh di lidah, dan butiran-butiran nasi liwet yang lembut pulen. Aromanya, hmm, jangan ditanya.

Ketika semua itu masuk mulut, ditambah segigit sambal rawit goreng, lalu gigiku mulai melumat dan lidahku mengaduk, aku serasa mengunyah surga di mulut. Nikmat sekali, ternikmat dari semua nasi liwet Jawa yang pernah aku cicipi di Solo dan Jakarta. Temanku tak keliru memberi rekomendasi.

Pincuk daun pisang di tangan kami berdua cepat sekali tandasnya. Aku dan istriku berpandangan. Ya, paham, "Tolong satu porsi lagi, Bu." Lalu, tambahan seporsi nasi liwet berdua menyempurnakan makan malam kami.

Harga yang kami bayar, Rp20.000 per porsi, rasanya sangat pantas. Sekali lagi, ono rupo ono rego. Hanya ada rasa puas yang pantas di hati ketika kami berdua meninggalkan warung tenda Bu Painah, pulang ke rumah. Aku yakin, kami akan tidur tanpa sesal pada malam itu. 

Ke Solo Aku 'Kan Kembali

Koes Plus silakan ngeyel, "Ke Jakarta aku 'kan kembali." Aku beda, "Ke Solo aku 'kan kembali." 

Karena bunga-bunga kuliner trotoar di kota yang nJawani itu membuatku serasa pulang ke rumah. Ketika Ibu Painah menyajikan nasi liwet, Bu Sri Yatno memanggang serabi, dan gadis bersahaja di Kedai Bali menyeduh secangkir kopi, aku merasa ibuku atau adik perempuanku yang menyajikan makanan dan minuman untukku. Aku merasa seperti pulang ke rumah kelahiran.

Solo, oh, Solo, biarkanlah seribu bunga-bunga kuliner tumbuh dan mekar di trotoar jalananmu. Mereka adalah rumah untuk pulang bagi manusia-manusia kota besar yang rumahnya terampas dan jiwanya terempas oleh kesibukan kerja tak kenal batas ruang dan waktu. [eFTe]

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun