Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Foodie Artikel Utama

Bunga-Bunga Kuliner di Trotoar Jalanan Kota Solo

7 Juli 2025   05:34 Diperbarui: 7 Juli 2025   11:15 680
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menjelang senja di Kedai Bali di bantaran Kali Pepe, Solo (Dokumentasi Pribadi)

Bu Sri Yatno berkisah. Dia jualan serabi itu sejak tahun 1998, bertepatan krisis moneter. "Meneruskan usaha ibu. Almarhum suami saya yang mendorong," katanya. Sebagai kenangan atas suaminya, gerobak angkringanya diberi nama "Bu Sri Yatno", gabungan namanya (Sri) dan nama suaminya (Yatno).

"Syukur pada Gusti Allah, dari hasil jualan serabi ini saya bisa membiayai kuliah anak." Bu Sri Yatno menceritakan betapa usaha angkringan serabinya bisa mencukupi kebutuhan keluarga, utamanya pendidikan anak.

Sambil melangkah pulang menenteng serabi, aku merenung betapa usaha serabi yang kecil itu menghasilkan kekuatan besar untuk menopang ekonomi sebuah keluarga.

Tiba kembali di rumah, secangkir teh panas tanpa gula ternyata sudah menantiku di meja makan. Aku duduk tertib, meraih selembar kue serabi Bu Sri Yatno, menggigitnya pelan sambil membaui aromanya, sebelum kemudian mengunyah perlahan-lahan.

Ah, rasanya dan teksturnya masih sama seperti 25 tahun lalu. Ini serabi nostalgik banget. Aromanya, manisnya, gurihnya, dan lembutnya melontarkan ingatanku ke tahun 2000, saat pertama kali mencicipinya.

Ada banyak tukang serabi di Solo, bahkan ada yang namanya menasional, meraja di Jakarta, tetapi dalam memori lidahku, tak ada yang senikmat serabi Bu Sri Yatno.

Nasi liwet Bu Painah di Widuran(Dokumentasi Pribadi)
Nasi liwet Bu Painah di Widuran(Dokumentasi Pribadi)

Nasi Liwet Bu Painah yang Surga

Solo itu nasi liwet. Gurih, harum, dan empuk; itu definisi enak. Entah bagaimana ceritanya, nasi berbumbu santan gurih yang diguyur dengan sayur labu siam berkuah, ditambah topping areh, opor ayam suwir dan telur pindang, kok ya bisa sedap nian.

Pertama kali aku mencicipinya, ya, tahun 2000 juga. Tempatnya di warung tenda lesehan di Solo Baru, berada di trotoar jalan. Paklik dan bulik yang mengajak istriku dan aku ke sana. 

Sejak itu, bagiku Solo adalah nasi liwet. Belum makan nasi liwet, ya, belum ke Solo. Sekalipun sudah melahap kupat tahu, soto, timlo, tengkleng, sate kambing, cabuk rambak, dan serabi Solo berturut-turut dalam sehari. 

"Jangan lewatkan nasi liwet Bu Painah," sebuah pesan WA masuk di ponselku, dari seorang rekan yang sejarah hidupnya lekat pada Solo.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun