Bu Sri Yatno berkisah. Dia jualan serabi itu sejak tahun 1998, bertepatan krisis moneter. "Meneruskan usaha ibu. Almarhum suami saya yang mendorong," katanya. Sebagai kenangan atas suaminya, gerobak angkringanya diberi nama "Bu Sri Yatno", gabungan namanya (Sri) dan nama suaminya (Yatno).
"Syukur pada Gusti Allah, dari hasil jualan serabi ini saya bisa membiayai kuliah anak." Bu Sri Yatno menceritakan betapa usaha angkringan serabinya bisa mencukupi kebutuhan keluarga, utamanya pendidikan anak.
Sambil melangkah pulang menenteng serabi, aku merenung betapa usaha serabi yang kecil itu menghasilkan kekuatan besar untuk menopang ekonomi sebuah keluarga.
Tiba kembali di rumah, secangkir teh panas tanpa gula ternyata sudah menantiku di meja makan. Aku duduk tertib, meraih selembar kue serabi Bu Sri Yatno, menggigitnya pelan sambil membaui aromanya, sebelum kemudian mengunyah perlahan-lahan.
Ah, rasanya dan teksturnya masih sama seperti 25 tahun lalu. Ini serabi nostalgik banget. Aromanya, manisnya, gurihnya, dan lembutnya melontarkan ingatanku ke tahun 2000, saat pertama kali mencicipinya.
Ada banyak tukang serabi di Solo, bahkan ada yang namanya menasional, meraja di Jakarta, tetapi dalam memori lidahku, tak ada yang senikmat serabi Bu Sri Yatno.
Nasi Liwet Bu Painah yang Surga
Solo itu nasi liwet. Gurih, harum, dan empuk; itu definisi enak. Entah bagaimana ceritanya, nasi berbumbu santan gurih yang diguyur dengan sayur labu siam berkuah, ditambah topping areh, opor ayam suwir dan telur pindang, kok ya bisa sedap nian.
Pertama kali aku mencicipinya, ya, tahun 2000 juga. Tempatnya di warung tenda lesehan di Solo Baru, berada di trotoar jalan. Paklik dan bulik yang mengajak istriku dan aku ke sana.Â
Sejak itu, bagiku Solo adalah nasi liwet. Belum makan nasi liwet, ya, belum ke Solo. Sekalipun sudah melahap kupat tahu, soto, timlo, tengkleng, sate kambing, cabuk rambak, dan serabi Solo berturut-turut dalam sehari.Â
"Jangan lewatkan nasi liwet Bu Painah," sebuah pesan WA masuk di ponselku, dari seorang rekan yang sejarah hidupnya lekat pada Solo.