"Beliau akan menanyakan beberapa hal tentang pelajaran kepada kalian." Â Guru Parandum menoleh kepada Pak Rapolo. "Silahkan, Pak Penilik."
"Anak-anak," sapa Pak Penilik. "Kita bincang-bincang saja, ya. Â Bapak mau tanya beberapa hal. Siapa saja yang tahu, boleh jawab."
Kata-kata Pak Penilik terdengar ramah. Â Tapi roman mukanya terkesan mengancam.Â
"Dalam pelajaran berhitung, sudah lancar operasi bilangan pecahan, ya. Â Bapak mau tanya, empat per enambelas dikali sembilan per tigapuluh enam hasilnya berapa?"
"Satu per enambelas, Pak Penilik," Binsar spontan menjawab. Â Dia memang jago pelajaran berhitung.
"Kalau empat per enambelas dibagi sembilan per tigapuluh enam?"
"Satu, Pak Penilik," sambar Binsar lagi.
"Sebuah motor prah berangkat pukul delapan pagi dari Parapat menuju  Siantar.  Jika kecepatannya limapuluh delapan kilometer per jam, pukul berapa motor prah tiba di Siantar?"
Semua murid diam. Â Bingung. Â Tak bisa menjawab, karena jarak Parapat ke Siantar tidak diketahui.Â
"Berapa?  Tidak ada yang tahu?"  Pak Penilik tersenyum tipis, seakan mengejek.  Sekilas dia melirik sedikit licik kepada Guru Harbangan. Guru Harbangan gelisah. Ini menyangkut  kinerjanya sebagai guru kelas lima.
"Pukul sembilan pagi, Pak Penilik." Â Tiba-tiba Poltak menjawab lantang.