Hujan itu digambar oleh pikiran serupa mural di dinding kota yang baru selesai dicat menggunakan amanat baik. Begitu artistik.
Gerimis yang identik dengan tangis, dirubah secara liris menjadi tawa bahagia yang ritmis.
Ketukan lirih pada atap yang sering menyerupai ratapan pedih, diaransemen ulang ke dalam lukisan riang anak-anak bermain di genangan.
Tempias pada jendela yang selalu membuat kebas isi kepala, dijadikan raut rupa bahagia seorang ibu yang sedang menyusui bayinya.
Hujan biasa yang digambar secara luar biasa oleh hati orang-orang yang tak lagi mengenali bisa. Dipamerkan secara istimewa di ruang-ruang pameran saat musim kemarau baru tiba. Untuk mengingatkan. Agar setiap kedatangan hujan mesti dirayakan.
Hujan yang artistik adalah perayaan kebaikan ketika orang-orang menyediakan tempat berteduh bagi yang kebasahan. Minuman hangat bagi yang kedinginan. Serta sepotong hati bersih saat menyampaikan sapaan. Juga sebuah senyuman.
Jakarta, 17 Desember 2018