Emak           :"Ru.. Ndaru ayo bawa kang Masmu sarapan."
Emak bergegas menuju ruang tamu. "Lho ada tamu to. Kang Masmu mana?."
(Emak seperti linglung, merindukan putranya yang seakan hilang beberapa saat lalu untuk selamanya)
Ndaru          :"Kang Mas ndak ada Mak. Bapak-bapak ini mau ketemu sama Emak."
Ndaru menghampiri Emak memberikan tempat duduknya.Â
Emak           :"Wah ada tamu agung pagi-pagi. Ada apa Mas pegawe?"
Lelaki           :" Begini Ibu. Kedatangan kami untuk memberitahu ibu bahwa rumah dan pekarangan ini sudah menjadi agunan pihak bank. Tempo hari atas nama Guntoro dan Bayu aji telah menjual tanah dan bangunan ini kepada kami. Sertifikat beserta surat-surat tanah sudah ada dikantor kami. Dan sejumlah uang sebesar duaratus limapuluh juta sudah diambil anak-anak ibu. Dan disurat ini sudah sah karena tertera tanda tangan ibu. Dalam waktu dekat, kami meminta kepada ibu untuk mengosongkan tempat ini"
Emak           :"Lo..kok...astaghfirullahalngadhim (air mata Emak berlinang) jadi, mereka, sudah menjualnya?!. Guntoro?, maksud Mas pegawe."
                Kedua Lelaki itu mengangguk.
Lelaki 1 dan 2 Â Â :"Kami hanya sebatas melaksanakan tugas dari kantor saja bu. Maaf kami permisi."
Ndaru          :"Betulkan Mak, mereka tidak bisa dikasih hati. Benar-benar keterlaluan. Hati mereka sudah dikuasai iblis. Sampai kapanpun kalian tidak akan pernah tentram." (Ndaru geram)
Emak berjalan kearah poto bapak yang tertempel di dinding. Dipandanginya poto keluarga beberapa puluh tahun lalu. Tampak Emak, Bapak dan keempat putranya.