Mohon tunggu...
Shelomitha Zaskia
Shelomitha Zaskia Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Siswa

Hobi menggambar, memasak, menonton, dan menulis. Tertarik pada budaya Jepang dan Thailand.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sang Putri, Bayang Harapan Tanah Pertiwi

1 April 2024   13:48 Diperbarui: 1 April 2024   13:51 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: betahita

Mentari mengintip dari balik cakrawala, menghangatkan daratan dengan isinya. Nyanyian sang burung menemani bangunnya penghuni bumi untuk mengawali hari. Hijau tanah Jawa terlihat sejauh mata memandang, dengan satu-dua bangunan rumah sederhana menghiasi lahan hijau itu. Tak banyak manusia terlihat, hanya sebuah keluarga kecil berisi sang ibu dan putranya. Hidup berdampingan dengan alam, menikmati hidup yang diberi semesta.

Tawa riang beralun dengan indah dihamparan hijau ilalang, gembira melihat layang-layangnya terbang dengan bebas. Surai coklat gelapnya berantakan oleh angin, netra hazel memancarkan hangat matahari, mengikuti arah layangannya terbang. Langkahnya menerobos rumput yang mulai meninggi itu, membawa tubuhnya ke manapun sang layangan membawa, menghiraukan peringatan ibunya agar tidak masuk ke dalam hutan.

Kakinya terhenti ketika mendapati layangannya tersangkut pada pohon tinggi. Seingat anak lelaki itu tak ada pohon tinggi dekat rumahnya, dan benar saja ketika ia menelusuri sekitarnya pepohonan sudah mengelilinginya. Menyadari ia yang sudah jauh masuk ke dalam hutan, ia yakin ibunya akan memarahinya nanti. Belum ia beranjak pergi sebuah suara menarik atensinya untuk melihat kembali ke atas pohon.

"Punyamu?" Seorang anak perempuan dengan surai hitam pendek dan kulit susunya, dengan santai terduduk pada salah satu batang pohon, mengambil layangan miliknya yang tersangkut tadi.

Tak percaya, Saka mengedipkan matanya berkali-kali memastikan bahwa yang ia lihat nyata dan bukan halusinasinya. Karena seharusnya tak ada orang lain di daerah tersebut selain keluarganya, pun jarak ke kota terdekat lumayan memakan waktu. Yang tak mendapat jawaban hanya terkikik melihat wajah bingung sang adam. Melihat anak perempuan itu berdiri ia mengira perempuan itu akan turun, dugaannya memang benar, namun alih-alih turun dengan memanjat pohon, tubuh mungil itu justru melayang membawanya turun dengan layangan Saka. Sepertinya ia memang sakit dan harus segera pulang jika tak ingin halusinasinya semakin parah.

"Jangan takut, aku hanya sebuah bayangan dari tempat yang kamu injak ini." Senyum ia lontarkan guna menenangkan Saka, bukannya tenang anak lelaki itu semakin dibuat bingung dengan kalimat yang baru saja dikatakannya.

"Apa maksudmu?"

Perempuan itu mengulurkan layangan dengan kayu yang sudah patah, menunjukkannya pada Saka. Tangan si surai hitam meraih patahan itu, dalam sekejap sebuah akar tumbuh dari sana menyambungkan kerusakan pada layangannya. "Aku hanya roh dari hutan ini," jelasnya sembari mengembalikan layangan tersebut kepada pemiliknya.

"Aku Morea, sungguh kebetulan yang jarang melihat manusia berani masuk ke dalam hutan ini," tangannya terulur yang mau tak mau Saka sambut.

"Jadi cerita itu benar? Mengenai roh hutan."

"Tentu saja! Aku berada di depanmu sekarang, lihat." Tubuhnya melayang bebas dari pohon ke pohon. Morea meraih tangan sang adam ikut membawanya terbang, yang ditarik terpekik antara kagum dan takut melihat tanah yang sudah jauh dibawah sana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun