"Saka.."
Dengan panggilan kedua kali, Saka berlari ke arah belakang air terjun. Benar saja, gadis dengan segala lukanya itu sudah terkapar tak berdaya. Kali ini luka yang didapat Morea lebih parah dari sebelumnya. Tidak, ini merupakan lukanya yang paling parah. Luka sobek menghias kulit susunya, tak lupa dengan lebam dan beberapa luka bakar juga.
"Saka, kamu harus segera pergi. Disini tak aman."
Pemuda yang mendengar itu menggelengkan kepalanya, ia membawa tubuh lemah itu ke dalam dekapannya. Dengan lembut membawanya pergi dari sana, tak ingin sang gadis terluka lebih parah oleh sentuhannya. Jemari Morea meremas pakaiannya dengan lemah, ia tak ingin temannya itu terluka karenanya. Saka tak seharusnya disini, dari awal ia tahu bahwa kali ini dirinya tak dapat diselamatkan. Tak ada harapan untuk hutan ini.
"Saka-"
"Tidak."
"Kamu tahu ini mustahil.."
Saka tetap tak menggubris apa yang Morea katakan, tak berani menatap netra gadis di gendongannya. Ia tahu namun Saka tak ingin menerimanya, Morea harus bisa diselamatkan bagaimanapun caranya. Ia akan melakukan apapun. Apapun itu, asalkan sang gadis tetap bersamanya.
Batang pohon berjatuhan terbakar menghalangi jalan keluar mereka, membuat Saka kalang kabut karena rasa pusing yang ia rasakan juga. Dalam paniknya ia disadarkan oleh tangan Morea yang kembali meremas lengan bajunya.
Saka sudah menyiapkan kembali argumen agar Morea tak bersikeras untuk meninggalkannya disini, namun ia langsung terdiam melihat luka bakar pada tubuh temannya berubah menjadi percikan api yang berterbangan. Membuat tubuh Morea menghilang perlahan terbawa angin.
"Re..a?"