Mohon tunggu...
Shelomitha Zaskia
Shelomitha Zaskia Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Siswa

Hobi menggambar, memasak, menonton, dan menulis. Tertarik pada budaya Jepang dan Thailand.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sang Putri, Bayang Harapan Tanah Pertiwi

1 April 2024   13:48 Diperbarui: 1 April 2024   13:51 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: betahita

Kali ini ia dapat mendengar rintihan dari balik pohon. Dengan sigap Saka menuju sumber suara. Ia mendapati temannya yang sudah duduk lemas dengan berbagai lukanya. Gaun putihnya ternodai dengan merah darah dan tanah. Belum dengan rambutnya yang berantakan terurai.

"REA!" Saka berusaha untuk membantu Morea berdiri, namun sang gadis menolaknya.

"Haha tak apa Saka, aku akan sembuh dengan sendirinya"

Saka menggelengkan kepalanya tetap memaksa untuk membantunya.

"Saka, aku tidak apa. Lagipula kamu tak akan bisa melakukan apa-apa, aku bukan manusia sepertimu." 

Memang benar Morea bukanlah manusia, ia hanya putri sang hutan. Tetapi tetap saja bagaimana ia akan dengan tega melihat temannya seperti ini. Setidaknya ia ingin melakukan sesuatu untuk membantunya, apapun itu. Morea yang menyadari wajah kecut Saka hanya tersenyum. Ia bersyukur setidaknya masih ada manusia yang peduli akannya.

...

Hari itu matahari tepat diatas kepala, diantara putih awan yang menghias langit. Seluruh media digegerkan oleh berita duka. Berita yang menjadi alasan ibu pertiwi menangis hari itu. Berita bagaimana sang raja meninggalkan tanah jawa untuk selamanya, menyisakan memori pilu atas kawanannya yang diburu oleh manusia serakah. Cantik corak hitam oranye hancur oleh peluru bengis tanpa pandang bulu. Menghiraukan pertiwi yang bersedih, demi keuntungan diri sendiri. Dengan resmi, semesta berduka atas punahnya harimau jawa sang raja Nusantara.

...

Kakinya masih sibuk menggowes sepeda tua itu, dengan angin menyapa wajahnya. Saka melewati jalan biasa yang selalu ia lewati untuk pulang dari sekolah. Lahan pertanian menemaninya dalam perjalanan itu, tak lupa dengan matahari di sebelah barat yang memberi semburat oranyenya pada wajah sang adam. Jaraknya dengan desa hanya tersisa beberapa kilometer, namun ketika ia baru saja ingin berbelok pada tikungan di depan, banyak sekali warga yang dengan cepat melewatinya berusaha keluar dari sana, seakan dikejar oleh sesuatu. Saka terheran melihatnya, karena mereka pergi dengan wajah yang panik. Terdapat warga yang pergi dengan kendaraan pribadinya, adapun yang berlari dengan panik.

Seketika aroma yang berhasil membuat jantungnya merosot tercium, menyebar dengan debu abunya. Pandangannya teralih pada asap hitam yang terlihat berasal dari hutan yang selalu ia kunjungi itu. Matanya terbelalak, wajahnya berubah pucat seiring dirinya terus menggowes si kendaraan beroda dua itu. Ia khawatir akan keadaan ibunya, bagaimana jika ibunya masih berada di rumah dan belum keluar. Dan lagi, bagaimana keadaan Morea. Melihat kerusakan yang dialami karena kebakaran hutan, ia tahu temannya tak akan dapat menghadapinya mengingat tubuhnya yang sudah terluka parah hanya karena longsor dan punahnya sang satwa legenda sebelumnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun