Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Rasa Syukur dan Ibadah Cinta dari Dapur

29 Juli 2025   22:55 Diperbarui: 29 Juli 2025   22:55 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Di tengah riuhnya hidup modern---dengan notifikasi yang tak henti berdenting, jadwal yang saling bertubrukan, dan jalanan kota yang padat dan panas---ada satu ruang yang nyaris dilupakan nilainya: dapur rumah.

Bagi sebagian orang, dapur hanyalah tempat memasak. Namun bagi saya, dapur adalah ruang sunyi yang penuh makna. 

Dapur bukan sekadar tempat memanaskan lauk, tetapi tempat mendinginkan pikiran. Di sanalah, dalam aroma bawang tumis dan rebusan kaldu, saya belajar tentang hidup: tentang sabar, syukur, dan cinta yang tak bersuara.

Ruang Sunyi yang Menenangkan

Dapur adalah tempat paling jujur dalam rumah. Tidak ada basa-basi. Tidak ada formalitas. Hanya tangan yang bekerja dalam kesenyapan. Saat sayur dipotong, air mendidih, dan telur dikocok, saya merasakan ketenangan yang sulit dicari di ruang lain.

Dalam kesunyian itu, saya bisa berdialog dengan diri sendiri---tentang harapan, tentang kegelisahan, bahkan tentang rasa syukur yang kadang tertutup rutinitas.

Dapur bukan hanya ruang fisik. Ia adalah ruang batin.

Memasak Sebagai Ibadah Cinta

Kita mungkin tidak selalu bisa berkata cinta. Tapi kita bisa memasak dengan cinta. 

Sebutir telur digoreng dengan penuh perhatian, semangkuk sup direbus dengan kesabaran, itu semua adalah bentuk ibadah yang tak terdengar, tapi terasa.

Saya tidak pernah menyangka, bahwa mengiris bawang atau menyeduh teh bisa menjadi ritual cinta yang paling murni. 

Tanpa kamera. Tanpa tepuk tangan. Hanya niat baik yang dihidangkan hangat di meja makan.

Syukur yang Terhidang Diam-diam

Ketika memasak, saya belajar bersyukur.
Bersyukur atas air bersih, atas api yang menyala, atas bahan-bahan sederhana yang bisa menjadi sumber kekuatan bagi keluarga.
Syukur yang tak diucapkan, tapi dipraktikkan.

Saya percaya, dapur adalah tempat syukur itu dimasak perlahan. 

Bukan karena menunya mewah, tetapi karena setiap potongan bahan dan rempah adalah anugerah yang bisa jadi tak dimiliki semua orang.

Refleksi: Dari Dapur ke Kehidupan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun