Namun ironisnya, Kompasiana justru tampak stagnan dalam memanfaatkan potensi ini.Â
Padahal, dengan lebih dari 5 juta pengguna terdaftar dan jutaan artikel tayang sejak 2008, Kompasiana punya cukup traffic, niche targeting, dan kedalaman konten untuk menarik pengiklan dengan strategi native advertising, content marketing, hingga programmatic ads.
Sayangnya, iklan di Kompasiana terlihat sporadis dan tidak terintegrasi dalam skema yang strategis. Banyak artikel bahkan tampil tanpa satu pun iklan yang relevan. Tidak ada paid section, tidak ada content sponsorship, bahkan tidak terlihat ada ekosistem monetisasi untuk para penulis yang kontennya viral atau trending secara organik.
Jika Kompasiana memiliki dashboard analytics terbuka bagi pengiklan --- yang bisa melihat performa artikel, demografi pembaca, serta tren kategori tulisan --- bukan tak mungkin brand-brand lokal maupun nasional akan tertarik memasang iklan kontekstual atau bahkan menjalin kolaborasi jangka panjang.Â
Sayangnya, sejauh ini Kompasiana belum bergerak ke arah itu, seolah belum memiliki visi menjadikan dirinya sebagai ekosistem ekonomi kreatif digital yang mandiri.
Kompasiana sebagai Resource yang Terabaikan
Bagi Kompas Gramedia, ini merupakan sebuah resource yang tersia-siakan. Mungkin karena memang Adminnya tidak cukup capable, atau mungkin ini hanya sekadar unit yang sekadar ada dan menjadi tempat para human resource yang tidak terpakai pada unit KG lainnya.Â
Andaikan 5 juta Kompasianer itu diberdayakan dengan benar, tentu akan menjadi sumber pendapatan yang tidak sedikit bagi KG. Bayangkan, jika hanya 1% dari Kompasianer rutin memproduksi konten bermutu yang dikembangkan ke platform lain --- buku, podcast, kanal YouTube --- potensi ekonomi kreatifnya bisa luar biasa.
Kompasiana sejatinya bisa menjadi content hub terbesar di Indonesia, rumah aspirasi yang bukan sekadar menjadi tempat menulis, tapi juga ruang diskusi, edukasi, bahkan inkubasi ide-ide sosial dan kebudayaan.Â
Tapi potensi itu bisa lenyap begitu saja jika interaksi komunitas dibiarkan sepi, jika semangat berbagi tergantikan oleh kekecewaan karena diabaikan.
Ini bukan keluhan, tapi sebuah catatan. Bahwa ada resource besar yang terbuang. Kompasiana memiliki aset luar biasa dalam bentuk komunitas dan user-generated content, tapi belum sepenuhnya dioptimalkan.Â
Pemilihan Headline yang lebih didominasi oleh nama-nama tertentu dibanding performa aktual konten bisa menjadi bumerang jangka panjang: mematikan gairah menulis dari banyak Kompasianer lainnya.
Saya menulis ini bukan sebagai pengamat luar. Saya bagian dari rumah besar ini. Saya menulis karena saya peduli.Â