Mohon tunggu...
I Ketut Merta Mupu
I Ketut Merta Mupu Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Pendamping Sosial PKH Kementerian Sosial RI

Alumni UNHI. Lelaki sederhana dan blak-blakan. Youtube : Merta Mupu Ngoceh https://youtube.com/@Merta_Mupu_Ngoceh

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Rina Miss Bawel

21 Februari 2019   10:43 Diperbarui: 21 Februari 2019   19:38 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : /emulatoria

Beberapa hari lalu adikku kirim lagu via 'share it', lagu itu mengisahkan kebahagiaan seorang lelaki bertemu dengan seorang gadis yang disayanginya, gadis itu baginya tak tergantikan, namun sayang cinta mereka harus berakhir karena suatu keadaan. Lelaki itu berharap gadis itu mencintainya apa adanya, dan kelak bisa berjodoh setelah reinkarnasi, terlahir kembali. Judul lagunya, 'Gelahang Bli' bahasa campuran. Lagu ini membawaku pada kenangan dengan Sang Ayu, terbawa perasaan. 

Aku tak mampu menahan bulir-bulir darah putih mengalir di sudut mata saat mendengarkannya dan menghafal liriknya. Bayang-bayang wajah indah Sang Ayu menghiasi pikiranku, teringat dengan apa yang pernah dilalui.
Hari ini aku tak bekerja, begitu juga Rina. Kemarin dia bilang libur kerja.

Seusai sarapan santai di kamar seorang diri ditemani suara lagu sendu di latop, lagu di atas pun aku pindahkan ke laptop. Kala diselimuti kesedihan seperti ini, hanya Rina yang mampu menghapus deritaku. Aku menghubunginya, namun tak diangkat. Lalu kuulangi memanggilnya via messengger setelah 15 menit berlalu, aku ingin video call dengannya, dan bersyukur berhasil terhubung. Rina terlihat sedang merapikan rambutnya, seperti orang belum mandi. 

"Maaf tadi lagi masak di Dapur" sapanya senyum-senyum, "Bli sudah maem?"

"Belum.. bli pengen menikmati masakan Diajeng ajah."

"Sini nae! Ntar aku suapin loh!"

"Saat jauh bilang begitu, ketika dekat nawarin aja kagak. Haha" Selorohku.

"Yee.. Seriously! Seandainya bli ada disini aku masakin yang enak."

"Wuiihh.. calon isteri yang baik"

"Siapa dulu, Rina gitu Loh!"

Mendengar suara lembutnya membuatku bahagia, canda tawanya menhapuskan kesedihan. Lama aku basa-basi dengannya. Meski obrolan panjang itu bisa membuat orang lain risih, tapi bagi kami itu membuat bahagia bisa mencurahkan perasaan ini meski lewat jaring-jaring nirkabel.

"Dulu Bli sering buat status lagu dan nyanyi, apa masih suka lagu dengan suara hancur itu?"

"Masihlah. Bahkan sekarang lagi dengerin lagu sendu di laptop." Sepertinya Rina meledekku, dia tertawa sendiri disana, mungkin teringat dengan kenangan pernah bernyanyi untuk pujaan hati dan juga beberapa kali buat video lagu abal-abal, upload di facebook, video itu kenangan derita cinta tak kesampaian, cintaku yang tak pernah dibalas Sang Ayu Widya Pujayanti.

"Aku pengen denger bli nyanyi lagi. Mau gak?"

"Gak ah.. Diajeng dulu nyanyi, baru bli mau."

"Hiks.. malu!"

"Cobak aja, toh kita sama-sama bukan artis, tak masalah suara jelek." Kataku meyakinkannya agar mau bernyanyi. Sepertinya Rina mau melakukan permintaanku. Aku melihatnya menghidupkan DVD. Tampak di Video itu kuda yang meringkik, sepertinya lagu 'Selamanya Aku Milikmu' (Yuni Shara).

"Hampir kulupa, pernah kumenangis, karena aku berharap jauh. Lalu kuberpikir, aku pun mengerti, ternyata cinta tak begitu.. " Rina melantunkan lagu itu hingga selesai. Aku menikmatinya, suaranya seindah wajahnya.

"Gimana, bagus, kan?"

"Wow.. tepuk tangan dulu!" ujarku takjub, aku tepuk tangan, tak sadar hingga HP terjatuh. Aku bergegas mengambil HP, kira sudah mati, ternyata masih terhubung.

"Kenapa itu, bli? Kok HPnya seperti lompat?"

"Kayaknya ikut girang mendengar suaramu, diajeng. Sampai dia terbang saking bahagianya."

"Ah, bli ada-ada aja. Sekarang giliran bli. Hayolah bli! Kalau gak mau aku akan gak mau video call lagi."

"Ya deh. Tapi jangan tertawakan ya!"

"Ya.. cepetan nae!"

Aku mempersiapkan lagu "Gelahang Bli" di laptop, biar ada musiknya, seperti karaokean. Aku biarkan lagu itu berputar dulu. Ketika mendengar liriknya, entah kenapa aku teringat dengan Sang Ayu, seakan-akan di mataku ada dia. Bahkan ketika aku melihat Rina, seperti sedang menatap Sang Ayu.

"Kok belum?" Tanya Rina tak sabar.
"Lagi sebentar ya, bli dengerin liriknya dulu. Sedih kan lagunya?"
"Ya.. tapi aku pengen bli yang melantunkannya. Pleasse deh!"

Aku sudah siap menyanyikannya walau rasanya lagu ini mengingatkanku pada kenanganku dengan Sang Ayu, yang selalu membawaku pada derita tiada sirna. Aku putar ulang lagu itu di laptop. Jreeng, ting nong neng.. Petikan dawai gitar diiringi alat musik lainnya terdengar lembut. Aku menembangkannya, seolah-olah lagu ini kutunjukan pada Sang Ayu meski dihadapanku adalah Rina.

*Senyumanmu dadi semangat beli, cintamu jadi candu di otak beli. Jujur beli merasa nyaman...
Bertemu kamu, anugerah terindah beli, takan pernah bisa tergantikan kamu. Walau semua ini tak seharusnya terjadi...
Keadaanne jani ngaenang tresnan iraga sing nyidaang bersatu..
Besik pengidih beli jani, da taen nyerah, jaga hati ini, walau nanti kita takan pernah tahu, akhirnya..
Cintai beli apa adane, gelahang beli amone adane. Yen buin mani tresnane harus berakhir, dumogi iraga jodoh, di kehidupan yang lain...*

Belum reff lagu itu langsung aku matikan HP. Aku tak mampu membendung air mataku berlinang membasuh pipi. Tak mau Rina melihatku menangis. Aku menjatuhkan diriku ke tempat tidur, memeluk bantal. Berat rasanya melanjutkan lagu itu, dadaku sesak dibuatnya. Sungguh aku tak rela melupakan Sang Ayu seutuhnya, hatiku tak bisa mengingkari kenyataan bahwa sesungguhnya aku masih mengharapkan kehadirannya walau sudah ada Rina yang menemani hari-hariku.

Tak lama berlalu, tiba-tiba HPku bergetar, aku lihat Rina kirim pesan WA, "Bli, tadi kok sedih gitu sih nyanyi? Sampai aku terhanyut loh! Tapi sayangnya bli matikan hp."
"Gak matiin kok, ngedrop aja!" Balasku berbohong.

***

Di kala mentari direnggut senja, aku sudah usai sembahyang. Lalu baca buku, dan aku memasuki alam lain. Disana aku mau jalan-jalan ke pantai. Aku membonceng Rina menunggangi Ninja hijau muda menuju pantai parangati ke arah selatan dari rumahku, tiba-tiba berpapasan dengan Sang Ayu di jalan, dia menghadangku dengan motor scoopy merah, lalu turun dari motor dan menanmparku dengan buku. Sepintas di sampul buku itu aku melihat huruf X besar. "Apa dia cemburu melihatku membonceng Rina?" Tanyaku dalam hati. Aku tersadar dari mimpi, ternyata belum lima halaman baca buku sudah pergi ke dunia mimpi. Merasa aneh dengan mimpi itu, karena aku jarang bisa tidur pada awal malam, tetapi kini aku terlelap dan bermimpi. 

"Mungkin akan terjadi sesuatu antara aku, Rina dan dia." Pikirku.

Triingg...

Handphoneku berdering, 'A My Honey' nama yang muncul di layar. Aku mengangkatnya dan menyapa Rina di seberang sana.
"Lagi ngapain, bli?"
"Baru habis bangun."

"Whatss? Baru bangun? Adeeh bli ada-ada ajah, jam segini sudah sempat tidur. Aku baru aja selesai sholat Magrib. Tapi sudah sempat makan sih. Maaf ya gak ngajakin!"

"Dasar pelit!" Selorohku dengan suara mengeras.

"Emang gak boleh? Toh kalau aku nawarin, bli juga gak mau kesini hanya untuk sepiring nasi. Ya kan?"

"Ya.ya.ya.. menang dah sana! Tadi bli mimpiin Diajeng loh! Mimpiin jalan-jalan bonceng Diajeng bawa Ninja. Hihihiks!" Kataku tak mampu menahan tawa. Rina pun terkekeh-kekeh mendengar ceritaku. Rina berharap suatu waktu itu bisa terwujud dalam kenyataan. Dia ingin mengenal keluargaku lebih dekat, begitu pun aku, ingin menyambangi rumahnya di Banyuwangi. Kami melepaskan kerinduan yang terpendam walau lewat udara. Rina juga sempat bertanya tentang tata cara sembahyang Hindu hingga perbedaannya dengan Islam. Aku mencoba menjelaskannya sesuai pemahamanku bahwa esensi cara sembahyang itu sama saja. Dalam ajaran Hindu dikenal beberapa cara memuja Dewa Yang Agung, seperti tidur terlentang di lantai kuil seperti tombak, bersujud sebagaimana masyarakat muslim, dan sembah dengan tangan tercakupkan di atas kepala. Yang terakhir ini yang dipraktekan di Indonesia.

"Bagaimana dengan waktu sembahyang, kenapa cuma tiga kali?"

"Sama saja. Ada beberapa ketentuan. Dalam Dharmasastra disebutkan bahwa sembahyang wajib itu hanya dua kali: pada pagi hari sebelum matahari terbit untuk menghapuskan dosa yang dilakukan pada malam hari, dan sembahyang sore untuk menghapuskan dosa yang dilakukan pada siang hari, begitu! Tetapi pada prakteknya, kebanyakan hanya dilakukan sekali saja, pada pagi hari atau sore hari."

"Kenapa begitu? Aku pernah baca katanya waktu sembahyang dalam ajaran Hindu tiga kali, tetapi bli malah bilang hanya dua kali!"

"Memang ada ketentuan tiga kali sebagaimana tertuang dalam kitab Siva Purana, tetapi itu sebenarnya berlaku bagi mereka yang termasuk rohaniawan. Bahkan ada juga aturan sembahyang lima kali seperti dalam Islam, juga ada anjuran mengucapkan nama suci Tuhan setiap saat. Tetapi ini hanya berlaku bagi orang-orang tertentu."

"Berarti Tuhan Hindu membeda-bedakan umat-Nya dong?" Tanya Rina dengan nada serius. "Ini cewek kok kritis banget" lirihku dalam hati.

"Itu sama sekali tidak benar, ajaran Hindu justeru memberikan banyak jalan untuk sampai kepada-Nya, menyesuaikan dengan kemampuan masing-masing orang. Beliau bisa dicapai dengan banyak cara yang berbeda-beda, seperti pepatah, banyak jalan menuju Rhoma. Dalam kitab suci Bhagavad Gita disebutkan; Aku tidak iri kepada siapapun, dan Aku tidak berat sebelah kepada siapapun. Aku bersikap yang sama terhadap semuanya. Tetapi siapapun yang mengabdikan diri kepada-Ku dalam bhakti adalah kawan, dia berada di dalam diri-Ku, dan Aku pun kawan baginya. Juga disebutkan; Sejauh mana semua orang menyerahkan diri kepada-Ku, aku menganugerahi mereka sesuai dengan penyerahan dirinya itu. Semua orang menempuh jalan-Ku dalam segala hal.. Intinya begitu."

"Belum begitu paham, bli. Apalagi bli mengutip ayat-ayat kitab suci. Mendingan bli jelaskan aja!"

"Sederhananya, mendekatkan diri dengan Tuhan dapat ditempuh dengan berbagai cara: bisa dengan selalu berbuat baik atau menjalankan kewajiban sebaik-baiknya, disebut karma marga. Dengan jalan jnana marga yaitu mempelajari pengetahuan suci dan mengajarkannya kemudian. Dapat pula dengan cara Yoga marga, dimana kita mendekatkan diri dengan Tuhan melalui cara pengendalian diri; tapa-yoga-semadi, puasa termasuk didalamnya. Dan yang terakhir dengan Bhakti marga, dimana seseorang berbhakti kepada-Nya dengan mengulang-ulang nama suci Tuhan, baik dengan berjapa atau zikir maupun dengan bernyanyi, seperti orang Kristen. Itulah yang disebut Catur Marga dalam ajaran Hindu, sebagaimana termaktub dalam Bhagavad Gita."

"Menarik, bli. Kok sepintas aku memahami bahwa ajaran Hindu selalu ada kesamaan dengan ajaran agama lain?"

"Bukannya gimana, tata cara agama lain sudah ada dalam ajaran Hindu. Dengan kata lain, apa yang terdapat dalam ajaran Hindu, terdapat pula dalam ajaran lain, tetapi apa yang tidak ada dalam ajaran Hindu, tidak akan ada dalam ajaran lain. Hahaha."

"Ah, Bli lebay nih! Sok tahu semua ajaran agama."

"Gak je sok tahu, tapi memang ada sloka dalam lontar Sarasamuccaya yang berbunyi begitu."

"Masak sih? Bunyi ayatnya gimana?"

"Tunggu ya!" Pintaku, lalu aku mencari kitab Sarasamuccaya di rak buku, "Ini udah bli temukan isinya, bunyinya sebagai berikut; Anaknda Janamejaya, segala ajaran tentang catur warga baikpun sumber, maupun uraian arti atau tafsirnya, ada terdapat disini; singkatnya, segala yang terdapat di sini akan terdapat dalam sastra lain; yang tidak terdapat di sini tidak akan terdapat dalam sastra lain dari sastra ini."

"Wuah membingungkan kalimatnya!"

"Maksud dari ayat tersebut sebenarnya bahwa esensi ajaran dari keseluruhan kitab-kitab Hindu, terdapat dalam kitab tersebut. Dan, berdasarkan penelitian para ahli, ternyata memang benar isi lontar Sarasamuccaya berasal dari banyak kitab.

"Oh begitu. Sudahi dulu diskusinya. Oya, Bli. Lagi dua hari mau gak jalan-jalan sama aku?"

"Gak mauuu..." selorohku manja.

"Kalau begitu, aku mau sendiri aja!"

"Yeee.. ngambul nih. Orang bli belum selesai ngomong. Bli itu memang gak mau, tapi mau bangett..."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun