Tapi, hari ini, Otong merasa kayak ada harapan baru yang muncul. Bavik, dengan segala keceriaannya, membawa warna yang berbeda dalam hidupnya. Otong sadar, kadang hidup memang penuh kejutan yang nggak terduga.
Dan hari itu, meskipun dia belum berhasil dapat tumpangan buat pulang kampung, Otong merasa hari ini nggak sia-sia. Sebuah pagi yang diawali dengan hampir ketabrak motor, sekarang berubah jadi pagi yang penuh senyum dan tawa bareng Bavik.
Siapa tahu jalan yang panjang penuh romantisme ini, dari cerita menemani beli sisir yang sederhana ini, bisa lahir cerita yang lebih dari sekadar kenangan bagi mereka berdua.
***
Dia coba ingat gadis yang namanya Athalia itu. Lalu ingatannya kembali ke kosnya di Ibu kota provinsi. Tiga teman satu kosnya, Martin, Mikael, dan Leonardo, semua mahasiswa di Universitas Negeri di kota P.
Mereka pernah saling membanggakan diri dengan foto dan surat yang katanya dari Athalia.
"Apakah Athalia yang ini?" kata mereka bahwa Athalia adalah bunga terindah di SMA-nya.
Mereka saling memperlihatkan foto dan surat dari Athalia itu dengan bangga. Mereka ingin menyatakan bahwa mereka yang paling hebat karena bisa mendapatkannya.
"Tidak banyak yang bernama Athalia loh, Bang Sangen. Atau pernah ketemu Athalia lainnya?" kata gadis itu untuk mengingatkan dia dari lamunannya.
"Ooohhh," desah Sangen terkejut dari lamunannya.
"Oh ya. Baru aku ingat. Kamu anaknya pak Prindavan, kan?" tanya Sangen sambil keningnya berkerut.