02-Mahasiswa Tebar Pesona
Tak ada kesempatan kedua. Akhirnya, dia setuju buat nemenin cewek itu jalan-jalan.
Otong memang nggak pernah nyangka pagi itu bakal kayak gini. Dia tadinya turun dari losmen cuma buat cari tumpangan pulang ke kampungnya di hulu. Semalem dia naik bis malam dari Pontianak, sampai di kota ini udah hampir jam tujuh pagi.
Perjalanan yang harusnya cepat malah jadi lama gara-gara antri di penyeberangan ferry di Semuntai. Apalagi jalan dari Pontianak penuh lubang, kayak bekas perang dunia saja.
Tapi entah kenapa, hari itu dia malah mutusin buat lewat jalan yang masuk ke arah pasar Inpres dari belakang. Di jalan itu, banyak Masjid dengan arsitektur yang megah. Beberapa orang terlihat duduk berzikir, membuat Otong mikir betapa taatnya umat di sini.
Otong sadar, di musim kemarau kayak gini, cari tambang atau tumpangan buat pulang ke kampung itu susah banget. Apalagi sungai Kapuas sekarang udah dipenuhi para penambang emas liar yang merusak jalur pelayaran.
Wajah-wajah pemiliknya kebanyakan keturunan Wakanda, tetapi tidak ada penertiban dari Pemerintah.
Batu-batu dan kerikil menyebar di mana-mana, bikin jalur pelayaran sering berubah-ubah, dan banyak kapal yang salah jalur atau nabrak batu. Mirisnya, disorakin para pekerjanya lagi.
Jika tidak sabar, bakalan sering terjadi perkelahian.
Sambil jalan bareng Bavik, pikiran Otong melayang ke banyak hal. Dia ingat gimana perjalanan hidupnya yang penuh liku. Dia pernah punya pacar, tapi udah setahun mereka putus.
Alasannya? Beda keyakinan, dan mereka sepakat buat nggak lanjut ke pernikahan. Otong cuma bisa menerima kalau mungkin ini emang jalan yang diatur Tuhan.