"Kau ingin menemaniku mengambil surat, Matt?"
Matthew mengangguk gembira seperti biasa.
Marianne menggendongnya dan menyuruh tangan mungilnya mengambil tumpukan surat seperti biasa.
"Marianne, apakah Tuhan benar-benar seajaib itu?" rupanya Matthew masih ingin obrolan itu dilanjutkan.
"Tentu, Matt. Kakekmu sedang hidup bersama dengan ayahmu selama ini. Itu adalah kau. Tuhan memberinya seseorang yang jauh lebih berharga. Bagi Phillip, kau lebih dari putranya. Kau adalah jiwa dari jiwanya. Maka dengan alasan kehadiranmu saja, kakekmu sudah sangat bahagia melebihi alasan apapun."
"Begitukah, Marianne? Berarti Tuhan itu superhero, ya? Apakah ia sangat besar dah gagah seperti Hulk? Kuat seperti Superman? Atau bisa terbang seperti Spiderman? Woahhh, kalau begitu aku tidak perlu mencemaskan kakek dan biskuitku lagi. Karena jika Tuhan sehebat itu berarti ia bisa melindungi kesayanganku dengan mudahnya. Benar bukan, Marianne? Oh! aku juga akan meminta pada-Nya untuk memberi kue dan biskuit yang lezat seperti buatanmu untuk anak-anakmu, Marianne!"
"Tentu, Matt Sayang. Kau bisa memintanya. Ia akan memberikan semua yang kau minta" mata Marianne menahan haru mendengar kalimat yang sangat mendalam dari bocah berumur 6 tahun. Terdengar seperti seorang guru sedang memberinya pemahaman, tentang arti keyakinan.
"Woaahh, aku sangat kagum dan cinta pada Tuhan, Marianne! Ia terdengar sangat hebat bagiku. Sepertinya aku telah mengidolakannya!" Matthew melompat kegirangan.
Suatu hari Phillip jatuh sakit, tindakan operasi harus segera dilakukan untuk menyelamatkan nyawa kakek tua itu. Tapi mereka tidak memiliki cukup uang untuk membayarnya. Dengan terpaksa Daniel membawa pulang kembali ayahnya untuk melakukan perawatan di rumah saja. Namun kondisinya tak kunjung membaik.
Matthew kecil merasa sedih melihat kakeknya, mereka juga tidak lagi pergi ke sungai Amstel untuk melihat gondola. Hanya Marianne yang beberapa kali mengajaknya pergi, tapi tetap saja tidak bisa menggantikan rasa bahagia ketika ia pergi bersama kakeknya.
"Kakek, aku tidak ingin lagi naik gondola. Aku lebih ingin kakek sembuh saja. Ternyata yang membuatku bahagia adalah bukan karena gondolanya, tetapi dengan siapa aku pergi melihatnya." kata Matthew yang berada di tepi ranjang.