Mohon tunggu...
Lilin
Lilin Mohon Tunggu... Wiraswasta - Perempuan

Perempuan penyuka sepi ini mulai senang membaca dan menulis semenjak pertama kali mengenal A,I,u,e,o

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Yang Tertinggal di Jam Dinding Tua

8 April 2022   21:00 Diperbarui: 8 April 2022   21:02 344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Beberapa ruangan terlewati, tetapi belum juga kutemui satu orang pun di sini. Mataku terus mencari di mana ruang kelas 9A, sampai pada satu ruangan kulihat seorang gadis sedang bermain gitar. Mataku tak henti melihatnya memetik senar gitar dengan jari-jarinya yang lentik. Rambut hitam sebahu dengan poni samping menutup sebagian muka serta mata yang terpejam membuat wajah gadis itu tampak begitu sedih.

"Mungkin ia terlalu menghayati suara petikan gitar yang sedang dimainkannya," bisik hati kecilku.

Gadis itu terus saja memainkan gitar coklat di pangkuannya. Sedikitpun tak terusik dengan kehadiranku yang masih saja memperhatikan tanpa berkedip. Sampai dua bening kristal jatuh perlahan dari sudut mata dan lagu itu berakhir. Reflek tepuk tangan kuhadiahkan untuk gadis bermata sendu sebagai ciri khas gadis jawa.

Ia melihat ke arahku dan tersenyum. Setelah kurasa ia tak terusik, maka timbul satu keberanian untuk mengenalnya.

"Aku Pasha, murid baru di sekolah ini, kelas 9A. Kamu?" Ku ulurkan tangan meminta pertemanan.

"Arin."


Singkat saja kata yang keluar dari bibirnya, bahkan ia tak menyebut kelas berapa, tapi seragam yang berbeda dengan anak perempuan saat ini membuatku merasa tidak yakin bahwasanya ia seangkatan denganku. Namun begitu aku tak ingin melepaskan moment mengenal lebih jauh teman pertamaku di sekolah ini dengan pikiran-pikiran lain.

"Wah aku kalah jago nih main gitarnya denganmu. Kapan-kapan kita main bareng ya," kataku memujinya. Satu janji pertemuan selanjutnya sekaligus kuutarakan sebagai awal pertemanan.

"Boleh, memangnya kamu punya gitar? Di sini cuma ada satu, atau kamu mau menyanyi saja?"

"Ahh akhirnya dia berbicara lebih panjang," bisik hatiku.

"Hei."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun