Mohon tunggu...
Lilin
Lilin Mohon Tunggu... Wiraswasta - Perempuan

Perempuan penyuka sepi ini mulai senang membaca dan menulis semenjak pertama kali mengenal A,I,u,e,o

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Yang Tertinggal di Jam Dinding Tua

8 April 2022   21:00 Diperbarui: 8 April 2022   21:02 344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Aku selalu menunggunya, namun ia tidak pernah menemuiku. Hingga saat kamu menemukanku, aku menginginkanmu. Ingin selalu berada di sampingmu serta tidak ingin membiarkanmu sendirian."

Kami berdua kembali menyatukan tangan, remasannya begitu dingin. Wajah sendu yang beberapa waktu lalu menaungi parasnya tiba-tiba hilang, dan aku serta merta tak ingin kehilangan dia. Benar-benar tak ingin.

"Pasha," teriak Ais.

"Jangan!"

Ais menarik tanganku dengan kuat. Membuat tautan tangan kami terlepas.

"Kamu tidak boleh membawanya. Bukankah kau hanya ingin dipikirkan, diingat, serta tidak ingin membiarkannya sendirian," teriak lantang Ais kepada Arin.


"Pasha bersamaku, ia tidak sendirian. Kita akan selalu mengingatmu, Pergilah!"

Setelah mendengar teriakan Ais dan melihat tanganku telah terlepas dari genggamannya, Arin berjalan menjauh meninggalkan kita berdua. Sejak saat itu ia tak pernah lagi menemuiku.

Seperti kata Nenek yang kudengar dari Ais, gadis itu hanya ingin membawaku ke dunianya. Sejak kematiannya, Arin selalu mencari teman dari setiap lelaki yang tak bisa membedakan mana dunia nyata dengan dunia maya. Untuk dibawa, setelah itu tak pernah kembali. Walaupun nantinya kembali, pemuda itu tak akan pernah mengingat siapa dirinya lagi.

"Aku takut, " bisik Ais napasnya tertahan. "Aku takut kehilanganmu ...,"

"Eh," kutatap wajah Ais dalam-dalam. Tak pernah terpikir sekalipun kata-kata itu akan meluncur dari bibir Ais.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun