Kami berhenti lagi di mushola “Al Amin”, desa Balai Makam, jalan raya Duri-Dumai, 5 km dari Kulim. aku jadi mengerti dengan daerah Kulim yang dulu pernah dibaca-baca oleh bibiku. Mushola ini kekurangan air buat wudlu hanya mengandalkan air tangki dan susah untuk urusan kakus. Aku pada mulanya separoh hati untuk ikut sholat ...ya kalau-kalau ada alternatif buat sholat di tempat lain. Tampaknya ini daerah baru. Mushola ini dibangun oleh proyek wakaf perkebunan seluas 14 hektar, juga untuk pondok pesantren.
“Kalau pesantren pengelolaannya total oleh masyarakat, jadi tidak ribet seperti mendirikan SMA atau SMK”.
Buk Mulyanis memutuskan untuk cari mobil lain menuju Pakanbaru, sebagaimana kita ada rencana untuk mengunjungan ke sebuah sekolah di Duri. Buk mulyanis tidak bisa lagi berkonsentrasi karena Rindang anaknya yang kuliah di jurusan kesehatan Universitas Riau baru saja diopname di rumah sakit karena kena DBD (deman berdarah).
Kami berhenti di Duri, karena Buk Mulyanis harys mencari mobil- travel- menuju Pakan Baru. Kami berhenti di rumah keluarga Pak Rosfairil. Kami bisa rileks- minum teh dan coffe, kemudian juga bisa mandi karena badan terasa sangat kotor dan juga untuk menukar pakaian.
Aku sempat merasa kehilangan kopor karena Pak Datuk Erdi Maizul yang peralatan mandinya aku simpan dalam koperku. Ternyata aku kurang mengenal koper sendiri. Mandi ah...., aku pinjam kamar kakak Pak Rosfairil untuk ganti pakaian. Wah seger aku bisa gosok gigi dan mandi. Semua keringat dan kotoran tubuh jadi minggat.
Teman- teman guru membantu tuan rumah buat masak...ada isyarat bahwa kami akan sarapan pagi di sini. Mr Ai menemani Buk Mulyanis menuju rumah sakit tempat anaknya Rindang diopname. Mungkin ia dapat penyakit dbd- demam berdarah. Kita beuntung punya teman, Mr Ay, orangnya quick response dan quiick action- cepat response nya dan cepat tindakannya.
Ternyata setiap orang harus bersiap siap dengan pakaian rapi, pakai dasi, karena kami akan mengunjungi sebuah sekolah di kota Duri ini., jaraknya kira kkira 10 menit saja.
Kami memakai seragam sekolah dan sedang menuju sekolah yang kami maksud. Bus sekarang kekurangan 2 penumpang, yaitu buk Yyani dan Mr Ay. Pembangunan kota Duri sangat pesat. Sekarang mereka berbenah. Aku perkirakan dalam waktu singkat daerah ini sudah sebagus daerah Malaysia.
Daerah ini pernah aku lewati sebulan lalu saat pulang dari Singapura dan Malaysia melalui Malaka dan Dumai, tentu melewati Kandis dan Duri terus ke Pekanbaru. Kami mengunjungi SMA Islam Terpadu Mutiara YLPI (yayasan lembaga pendidikan Islam) Duri. Aku terasa berasa di lokasi Nilai College University, jauh dari kota dan lingkungannya hijau dan bersih. Kami disambut dalam aula atau meeting roomnya yang cukup bersih.
Tuan rumah bernuansa Islam, berakhlak islam, cerdas dan tawadhu (rendah hati). Ada satu yang terlihat bahwa guru SMA Mutiara memakai konkarde selama bertugas. SMAN 3 Batusangkar juga bisa mengadopsinya. Situs SMAN 3 Batusangkar harus juga punya situs.
“Ternyata kota Duri masuk ke Kabupaten Bengkalis. Referensi pendidikan kita adalah pulau Jawa utk level Indonesia”.