Dimana ada keramaian disana ada aktivitas dagang, termasuk dekat masjid Attaqwa ini. Namun bagaimana dengan sampah ? Yang membuangnya banyak dan yang mengumpulkannya tak ada. Aku menyimpan sampah permen ke dalam tasku dulu. Anak-anak ku tidak boleh buang sampah seenaknya. Mereka tidak boleh meniru orang kebanyakan yang cuma pintar buang sampah.
Mereka itu adalah “dirty maker” atau tukang buat sesuatu jadi kotor.
Daerah Rantau Berangin mulai terasa suasana daerah yang berbukit dan di sini juga mengalir Sungai Rantau Berangin atau mungkin namanya Sungai Koto Panjang yang di sana ada waduk gede.
Sebelum ada waduk koto panjang di sini ada perkampungan, atas nama pembangunan negara, Rezim Orde Baru membuat waduk buat PLTA Koto Panjang, warga yang tidak sudi hijrah ya tenggelam dalam genangan waduk ini. Kini listrik Propinsi Riau berasal dari PLTA Koto Panjang yang berlokasi di Kabupaten Kampar ini.
Pasti Pak Tom, sopir kami merasa capek, maka mobil berhenti di rumah makan Kelok Indah. . Aku juga turun dan melihat ikan lele jumbo dalam kolam kecil persis di depan resto ini. Terlihat bagiku bahwa naluri bisnis kuliner nasi orang Minang/ Padang memang hebat di dunia.
“Rugi ya bila ada pemuda Padang yang jadi pengangguran.....buat saja rumah makan. Sarjana orang Padang yang mengganggur harus malu dong ...sama pemilik rumah makan”
Wah.... the last big party...semua anggota rombongan masuk rumah makan pake goreng ayam lado mudo, jengkol batokok. Beda dengan makan di Pulau Samosir...dimana hampir semuanya tidak berselera, khawatir dengan makanan yang tidak halal. Di rumah makan Kelok Indah , di perbatasan Sumbar-Riau, semua makanan jadi ludes. Wah masih belum maghrib..... maka kami melanjutkan perjalahan go home.
Saat rembang sore kami melewati daerah Pangkalan Koto Baru. Rona matahari bakal lenyap habis magrib. Daerah Pangkalan merupakan daerah indah pertama setelah ke luar dari Propinsi Riau. Hamparan sawah nan hijau menyejukan mata. Kami berhenti di pom bensin Pangkalan dan sekaligus melakukan sholat magrib. Gelap gulita melewati jalan Pangkalan padahal aku ingin melihat pemandangan dan Kelok Sembilan dengan jembatan menakjubkan.
Kami melewati jembatan kelok sambilan, amazing ...dua jembatan toll begitu tinggi.
Setelah itu kami melewati lubuk bangku dan harau. Payakumbuh menyusul. Wah kami rasa dalam mimpi saja. Aku segera menjepit kulitku.....outch sakit. Ternyata aku tidak menghayal dan bukan mimpi namun ini adalah sebuah unforgetable experience. Welcome back in Batusangkar. Kota sejuk dan berbudaya yang telah menyatu dengan kalbuku.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI