Program Makan Bergizi Gratis (MBG) kembali menjadi sorotan. Setelah sebelumnya menuai kritik karena kasus keracunan makanan di sejumlah daerah, kini muncul dugaan adanya 5.000 dapur MBG fiktif. Sebuah tuduhan yang, bila benar adanya, dapat mengguncang kepercayaan publik terhadap salah satu program andalan pemerintah di bidang kesehatan dan gizi.
Tuduhan Serius dari DPR
Anggota Komisi IX DPR RI, Nurhadi dari Partai NasDem, melontarkan tuduhan bahwa terdapat ribuan titik Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) atau dapur MBG yang disebut "fiktif." Alasannya, sudah lebih dari 45 hari sejak pendaftaran dan pengajuan lokasi, tetapi tidak ada tanda-tanda pembangunan fisik. Bagi DPR, ini bukan sekadar masalah teknis, melainkan bukti lemahnya verifikasi dan pengawasan sejak tahap awal.
Nurhadi bahkan menduga ada praktik jual beli titik MBG alias percaloan, dominasi investor besar, hingga yayasan yang dijadikan kedok. Jika benar, maka MBG tidak hanya rawan salah kelola, tetapi juga bisa menjadi ladang subur bagi korupsi. Tak heran DPR mendesak adanya transparansi data: dari daftar lokasi, status pembangunan, jadwal operasional, hingga audit kinerja.
Klarifikasi dari BGN
Badan Gizi Nasional (BGN) sebagai lembaga pelaksana tentu tidak tinggal diam. Kepala BGN, Dadan Hindayana, membantah adanya dapur fiktif. Menurutnya, titik-titik yang belum menunjukkan progres bukanlah fiktif, melainkan masih dalam proses. Ada istilah yang dipakai: "booking lokasi". Dengan kata lain, lahan sudah diajukan, tapi pembangunan fisik tertunda karena berbagai faktor: perizinan, kesiapan mitra, atau kendala teknis lain.
Dadan juga menjelaskan bahwa pembangunan dapur tidak seluruhnya dibiayai APBN. Banyak mitra --- mulai dari lembaga keagamaan, yayasan, hingga TNI dan Polri --- yang ikut menanggung pembangunan fisik. Pemerintah pusat lebih banyak menyalurkan anggaran untuk belanja bahan makanan dan intervensi gizi. Ia menekankan, BGN sedang memperbaiki sistem verifikasi serta melakukan evaluasi lapangan terhadap titik-titik yang belum beroperasi.
Dengan kata lain, BGN ingin menegaskan: jangan buru-buru menyebut "fiktif." Namun, publik tetap berhak bertanya: kalau bukan fiktif, kenapa begitu banyak titik mangkrak dalam waktu lama?
Anggaran Fantastis, Harapan Besar
Skeptisisme publik makin wajar jika melihat besarnya uang negara yang digelontorkan. Pada 2025, pemerintah mengalokasikan Rp71 triliun untuk MBG. Hingga Agustus 2025, realisasi penyerapan sudah mencapai Rp13,2 triliun. Bahkan, proyeksi hingga akhir tahun bisa menembus Rp76,4 triliun.