Pergantian Menteri Keuangan dari Sri Mulyani ke Purbaya Yudhi Sadewa menandai perubahan gaya kepemimpinan fiskal yang dramatis. Sri Mulyani dikenal berhati-hati, penuh kalkulasi, dan menjaga kredibilitas fiskal Indonesia di mata dunia. Purbaya justru hadir dengan gaya agresif, blak-blakan, dan siap mengguncang status quo.
Pertanyaannya, apakah "Purbaya Effect" akan membawa energi positif atau justru menimbulkan risiko baru?
Gebrakan Dana di Bank Nasional
Kebijakan paling kontroversial Purbaya adalah memindahkan dana pemerintah dari Bank Indonesia ke bank nasional. Secara teori, langkah ini masuk akal: bank bisa menyalurkan kredit lebih banyak, investasi bergerak, ekonomi tumbuh.
Namun realitas tidak seindah teori. Sejumlah bank besar justru menolak limpahan dana jumbo itu karena takut tak mampu menyalurkan kredit dalam jumlah besar di tengah iklim investasi yang lesu. Alih-alih mencari solusi, Purbaya menegaskan: "Itu urusan direktur bank, bukan saya."
Pernyataan ini menimbulkan pertanyaan: apakah itu ketegasan seorang pemimpin, atau sinyal ketidakpedulian terhadap realitas lapangan?
Data yang Menyentil
Fakta di lapangan menunjukkan problem lebih dalam:
- Pertumbuhan ekonomi kuartal II 2025 memang 5,12%, tapi proyeksi setahun penuh hanya 4,7%--4,8%.
- Pertumbuhan kredit bank yang sempat 10,9% pada 2024 melambat menjadi 6,6% di awal 2025.
- Belanja pemerintah hanya menyumbang 15% ekonomi, sisanya 85% digerakkan swasta dan UMKM.
Artinya, masalah bukan sekadar likuiditas, melainkan iklim investasi yang tidak kondusif.
Risiko Nyata