Fenomena ini membuat publik menduga bahwa resistensi DPR terhadap UU Perampasan Aset lebih karena faktor ketakutan akan hilangnya harta haram yang selama ini bisa mereka nikmati, bahkan setelah keluar dari bui.
Penjara yang Tak Menjerakan
Kenyataannya, hukuman penjara saja tidak membuat koruptor jera. Mereka masih bisa menyuap petugas lapas untuk mendapatkan sel mewah, fasilitas eksklusif, hingga izin jalan-jalan ke luar penjara.Â
Uang hasil korupsi yang tak tersentuh hukum memungkinkan mereka melanggengkan gaya hidup, bahkan mempersiapkan diri kembali ke panggung politik.Â
Tanpa instrumen perampasan aset, penegakan hukum terhadap korupsi hanyalah menakut-nakuti di depan, tetapi longgar di belakang. Itulah mengapa RUU Perampasan Aset dianggap sangat penting.
Apa Itu UU Perampasan Aset?
Lalu, apa sebenarnya UU Perampasan Aset? Undang-undang ini memungkinkan negara merampas aset hasil tindak pidana tanpa harus menunggu pelaku divonis bersalah secara pidana. Mekanismenya berupa peradilan perdata atau pembuktian terbalik. Jika seorang pejabat tidak bisa membuktikan asal-usul sah kekayaannya, negara berhak menyita.Â
Model ini berbeda dengan UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang masih mengaitkan penyitaan dengan proses pidana. Dengan UU Perampasan Aset, fokus utama bukan sekadar menghukum pelaku, tetapi mengembalikan kerugian negara.
Ketakutan Para Koruptor
Mengapa koruptor begitu takut dengan aturan ini? Karena mereka tidak lagi bisa menyimpan hasil kejahatan untuk masa depan.Â
Selama ini, meskipun divonis, harta jarang benar-benar dirampas. Banyak kasus di mana koruptor bebas dan tetap kaya raya, bahkan bisa kembali berpolitik.Â