Mohon tunggu...
Marius Gunawan
Marius Gunawan Mohon Tunggu... Profesional

Tulisan sebagai keber-ada-an diri dan ekspresi hati

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Zaenal Mustofa Ditahan: Ironi Sang Penuduh Ijazah Palsu Jokowi

23 Mei 2025   11:04 Diperbarui: 23 Mei 2025   11:04 287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Zaenal Mustofa (Solo Pos)

Dunia hukum dan publik Indonesia kembali diguncang kabar yang ironis. Zaenal Mustofa, pengacara yang sempat menjadi sorotan karena melaporkan dugaan ijazah palsu Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi), kini resmi ditahan oleh Polres Sukoharjo. Bukan karena tudingan yang ia layangkan, melainkan karena dirinya sendiri justru diduga memalsukan dokumen kelulusan.

Zaenal Mustofa menjadi pengacara pelapor dalam perkara ijazah SMA Jokowi yang dituding palsu di Pengadilan Negeri Solo. Kasus ini sempat menggema pada 2023, meski kemudian tak membuahkan hasil hukum terhadap Presiden Jokowi. Namun, situasi berbalik ketika Zaenal dilaporkan oleh sesama rekan sejawat, Asri Purwanti, pada 16 Oktober 2023 atas dugaan pemalsuan dokumen kelulusan.

Pihak kepolisian menindaklanjuti laporan tersebut dengan penyelidikan mendalam. Berdasarkan hasil penyidikan, Zaenal diduga memalsukan dokumen kelulusan perguruan tinggi, bukan dokumen kelulusan SMA seperti yang sebelumnya disangka. Ia diduga menggunakan ijazah milik orang lain saat mendaftarkan diri sebagai advokat.

Modus Pemalsuan: Gunakan NIM dan Transkrip Milik Orang Lain

Dalam konferensi pers yang digelar Polres Sukoharjo, dijelaskan bahwa Zaenal Mustofa tidak hanya mengklaim lulus kuliah dari salah satu perguruan tinggi, tetapi juga menggunakan dokumen kelulusan milik orang lain. Ia disebut memanfaatkan Nomor Induk Mahasiswa (NIM) dan transkrip nilai milik Anton Widjanarko, seorang mahasiswa dari Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), saat mendaftar sebagai mahasiswa di Universitas Surakarta (UNSA).

NIM tersebut, yakni C100010099, secara resmi terdaftar atas nama Anton. Namun dalam dokumen pendaftaran dan kelulusan yang diserahkan Zaenal, nomor tersebut justru tercantum atas namanya. Dengan dokumen itu, Zaenal berhasil memperoleh gelar sarjana hukum, yang kemudian ia gunakan untuk menjalani profesi sebagai advokat.

Verifikasi silang dari pihak UMS, UNSA, dan LLDIKTI menyatakan bahwa penggunaan dokumen tersebut oleh Zaenal tidak sah dan melanggar hukum. Ia lantas dijerat dengan Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan dokumen, dengan ancaman pidana maksimal enam tahun penjara.

Jokowi dan Ijazah: Klarifikasi dan Fakta

Pada sisi lain, tudingan bahwa Jokowi menggunakan ijazah palsu telah ditepis oleh berbagai institusi resmi. Bareskrim Polri melalui hasil penyelidikan menyatakan bahwa dokumen ijazah Jokowi --- baik SD, SMP, SMA, maupun universitas --- adalah otentik dan sah secara hukum.

Pernyataan resmi ini ditegaskan kembali oleh Kepala Bareskrim saat itu, Komjen Wahyu Widada, yang menekankan bahwa seluruh lembaga pendidikan tempat Jokowi menempuh pendidikan memberikan konfirmasi keaslian dokumen. Tak hanya itu, pengadilan juga menolak gugatan-gugatan serupa karena tidak memiliki dasar hukum dan bukti kuat.

Ironi yang Mengandung Pelajaran

Kasus Zaenal Mustofa menjadi potret ironis dari praktik "serangan balik hukum". Sosok yang menggaungkan narasi anti-legalitas dan menggiring opini publik untuk meragukan kredibilitas mantan presiden, ternyata tersandung kasus keabsahan dirinya sendiri. Di sini, pepatah lama "menepuk air di dulang, terpercik muka sendiri" menemukan relevansinya.

Masyarakat tentu berhak mengawasi dan mengkritisi pejabat publik. Namun, kritik harus berdiri di atas data, kejujuran, dan integritas. Apa jadinya jika kritik dibangun atas kebohongan? Akibatnya bukan hanya melemahkan argumen sang pengkritik, tetapi juga menodai semangat keadilan itu sendiri.

Dampak Sosial dan Etika Advokat

Dari sudut pandang profesi, kasus ini juga menimbulkan pertanyaan serius mengenai integritas advokat. Organisasi profesi seperti Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) atau Kongres Advokat Indonesia (KAI) perlu mengevaluasi ulang proses verifikasi latar belakang pendidikan para anggotanya. Pemalsuan ijazah untuk menjadi advokat bukan hanya melanggar hukum, tapi juga mencederai kepercayaan publik terhadap dunia hukum.

Demokrasi Butuh Kritik yang Jujur

Kasus Zaenal Mustofa tidak hanya soal satu orang dan satu dokumen palsu. Ini tentang pelajaran berharga bagi publik dan para pengkritik: bahwa dalam demokrasi, integritas adalah syarat utama untuk didengar. Kritik kepada presiden sah, tetapi harus dilandasi bukti, bukan kebohongan.

Dan ketika fakta menunjukkan bahwa tuduhan terhadap Jokowi tidak terbukti, sementara penuduh justru terbukti memalsukan ijazah, maka di situlah hukum dan moral bertemu: memberi pelajaran bahwa keadilan tak bisa diperalat, dan kebenaran tak mudah dikaburkan.

Dalam dunia yang semakin bising oleh hoaks dan manipulasi, kejujuran menjadi nilai langka. Mari kita jaga itu --- sebagai warga, sebagai profesional, dan sebagai bangsa.

---

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun