"Maaf Om. Saya tidak kenal Anda, dan saya bukan selingkuhan Istri Anda. Saya hanya kenal ketika kami sama-sama di bis kota." Aku meyakinkan pria itu untuk meredam emosinya.
"Apa pedulimu tiba-tiba kesini? Mau nemui istriku ya?" Tanyanya lagi.
"Nggak Om, maaf kalau Om tersinggung dan marah. Saya izin pulang karena saya nggak ada urusan dengan Om."
Aku pun berlalu, dan merasakan emosi yang sengaja aku pendam dalam hati. Berharap tidak ada korban.
Malamnya ponselku berdering lagi. Kulihat nomor Niken yang  kemarin malam menelponku.Â
"Mas, maafkan suamiku yang bersikap kasar padamu. Sekarang aku bebas, Mas!" Nada suara Niken terdengar berbeda dari sebelumnya.
"Alhamdulillah Mbak. Semoga kehidupan mbak tentram lagi ya. Saya doakan keluarga Mbak bisa sakinah, mawwadah wa rohmah." Ucapku malam itu.
"Suamiku tewas. Ia ditembak polisi karena berusaha kabur waktu hendak ditangkap. Baru tahu kalau selama ini suamiku adalah pengedar narkoba."
"Kini aku bisa menikmati hidupku tanpa kekerasan lagi. Aku bahagia bisa aman saat ini."
Beberapa saat kemudian Niken menutup ponselnya. Dan aku hanya bisa tersenyum namun bingung, kenapa dadaku bergemuruh ketika mendengar suara Niken? Entahlah, ada rasa apa di dalamnya.Â
Tamat.Â