Mata wanita itu berkaca-kaca. Nampaklah ada kesedihan yang kini membelenggu jiwanya. Seperti apa yang ia ceritakan, aku menganggap ada sesuatu yang terjadi dengan wanita ini.
"Suami Mbak kerja di mana?" Tanyaku penasaran.
"Dia bekerja di Jakarta, katanya lagi banyak proyek di sana. Jadi sebulan sekali suamiku baru pulang, alasannya proyek gak bisa ditinggal. Tapi ketika aku tanya-tanya pekerjaannya, dia selalu marah dan meluapkan emosinya ke wajahku. Benda-benda di rumah juga sudah banyak yang hancur."
Kutarik nafas dalam-dalam. Aku hanya diam mendengarkan setiap kata yang keluar dari lisan wanita itu. Akupun ngga bisa selalu memberikan solusi atas masalah wanita ini. Nggak mau dianggap ikut campur dengan urusan orang lain.
Aku berusaha tenang dan membuatnya nyaman. Aku katakan, "Sabar mbak, mungkin ini ujian kehidupan bagi Mbak. Dan pertengkaran adalah bumbu dalam pernikahan"
 "Mas, boleh nggak minta nomor WA? Aku kepingin nanya-nanya sesuatu, siapa tahu mas bisa bantu menjawab masalahku." Pinta wanita itu.
Dia pun berlalu, dan aku bergegas ke kasir untuk membayar buku yang aku inginkan.Â
 Aku beranjak pulang.
*
Dua bulan kemudian
Ponselku tiba-tiba berbunyi. Aku yang tengah asik membaca pun terusik dengan suara ponsel itu. Kuangkat dan kulihat nomor yang tidak aku kenali.