Mohon tunggu...
Mahar Prastowo
Mahar Prastowo Mohon Tunggu... Ghostwriter | PR | Paralegal

Praktisi Media dan co-PR -- Pewarta di berbagai medan sejak junior sekira 31 tahun lalu. Terlatih menulis secepat orang bicara. Sekarang AI ambil alih. Tak apa, bukankah teknologi memang untuk mempermudah? Quotes: "Mengubah Problem Menjadi Profit" https://muckrack.com/mahar-prastowo/articles

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ketika Korban KDRT Memanggil Damkar

26 Juni 2025   18:35 Diperbarui: 26 Juni 2025   18:35 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Oleh: Mahar Prastowo

Siang itu Bekasi cerah, tapi tidak dengan isi kepala seorang perempuan muda bernama D. Ia duduk sendiri di ruang tamu rumahnya, menggenggam ponsel, lalu menekan nomor yang selama ini dikenal untuk urusan kebakaran. Bukan karena rumahnya terbakar, tapi karena hatinya sudah tak kuat lagi menahan panas dan luka yang tak kasatmata.

Yang datang bukan polisi. Tapi tim pemadam kebakaran.

Mereka datang cepat. Membawa selang dan alat pemadam, seperti biasa. Tapi hari itu, yang mereka padamkan bukan api dari rumah kayu, tapi nyala depresi dari tubuh seorang perempuan yang hampir saja mengakhiri hidupnya.

Ini kisah nyata. Terjadi di Jaka Setia, Bekasi Selatan. Siang itu, D baru saja pulang dari kantor polisi. Bukan sekali, bukan dua kali. Tapi berkali-kali. Ia melaporkan sang suami, yang katanya mencintainya, tapi juga memukulinya. Ia datang membawa bukti. Visum. Foto. Luka di badan dan luka di jiwa.

Tapi katanya, "tidak ada progres."

Saya tak mau menghakimi polisi. Saya tahu, polisi punya prosedur. Ada tahapan. Tapi saya juga tahu, perempuan yang jadi korban tak bisa menunggu prosedur sepanjang hidupnya. Luka itu nyata, dan waktu tak bisa selalu menjadi obat.

___

Saya teringat cerita seorang teman, Kapolsek yang humanis, pernah bilang: "Kadang, orang datang ke kantor polisi bukan cuma untuk keadilan, tapi untuk didengar." Mungkin itu juga yang dirasakan oleh Ibu D.

Ia merasa tak ada jalan keluar. Ia depresi. Ia bahkan sempat berpikir untuk mengakhiri hidupnya. Tapi ia masih punya satu keberanian terakhir: menelepon. Bukan ke keluarga. Bukan ke tetangga. Tapi ke petugas pemadam kebakaran.

Terdengar nyeleneh? Mungkin. Tapi ini Indonesia. Negara dengan banyak keajaiban. Kadang, keadilan datang dari pintu yang tak kita sangka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun