Mohon tunggu...
M Sanantara
M Sanantara Mohon Tunggu... Art Modeling

Metus Hypocrisis et Proditio. Scribere ad velum Falsitatis scindendum.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Pembacaan Afektif-Hermeneutik Cerpen Kereta Termanis Karya Novia Respati

20 April 2025   20:08 Diperbarui: 21 April 2025   03:56 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selebihnya adalah hal lumrah dalam proses pendekatan. Segala cara untuk mendapatkan yang terkasih adalah bagian dari struktur universal cerita cinta. Tapi cerpenis pintar dalam mengurai dinamika ini melalui diksi-diksi yang menandakan pengutamaan pasangan: 'menomorsatukan' kekasih. Dalam perspektif kajian gender, hal ini secara eksplisit memuat subversi narasi maskulinitas dominan, seperti terlihat pada pernyataan Angga: "Ngga bisa! Nanti saja ambil rotinya." di mana ia menolak melepaskan pegangan tangan pasangannya demi menjaga kelekatan emosional sekaligus menegasikan sikap maskulin tradisional yang menempatkan pria sebagai pihak lebih berkuasa. Laki-laki mana yang bisa bertahan jika diperlakukan senyaman itu oleh wanitanya?

Saya lelah sebagai pembaca. Cerpenis sangat lihai menjungkirbalikkan ruang melankolia saya---sebuah ruang yang berisi pusat kendali perasaan, dibuat bagai roller coaster yang berujung pada kenyataan menyentak: "Perjalanan kami masih cukup panjang, belum ada tanda-tanda stasiun tujuan sudah dekat, dan sepertinya suamiku sudah tertidur lagi." Kalimat ini menandai puncak twist naratif, sebuah klimaks yang terselubung namun efektif.

Twist halus di akhir---pengumuman kehamilan---tidak ditulis secara dramatis, melainkan diselipkan dengan sangat lembut dan tepat waktu. Penanda ini menjadi closure dari keseluruhan narasi, sekaligus membuka lapisan makna baru tentang keluarga, cinta yang matang, dan kontinuitas kehidupan.

Cerpen ini bukan sekadar kisah romantik; ia bekerja sebagai medium simbolik yang menegaskan pentingnya intimitas, memori, dan kesadaran tubuh dalam konstruksi relasi manusia. Narasi ini dapat dibaca sebagai kontemplasi akan waktu, cinta, dan identitas, serta penggambaran halus tentang psikopoetik relasi domestik. Cerpenis tidak sekadar menulis cerita, ia menciptakan resonansi afektif yang bekerja dalam diam, menghantam dengan lembut tapi mematikan.

Tentang penulis:
M Sanantara, lahir di Bogor, 650 SM. Sarjana botani, penikmat dosa, lukisan impresionisme, dan berpuisi dimana saja asal bukan di alam kubur.

Foto Dokpri M Sanantara
Foto Dokpri M Sanantara

Daftar Pustaka

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun