Mohon tunggu...
M Sanantara
M Sanantara Mohon Tunggu... Art Modeling

Metus Hypocrisis et Proditio. Scribere ad velum Falsitatis scindendum.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Fragmen Tuhan yang Tercecer di Dada Manusia

18 April 2025   05:20 Diperbarui: 18 April 2025   05:20 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: M Sanantara 
Lokasi jiwa: Antara gelap dan cahaya  
Suasana: Mistis, penuh pencarian  
Kategori emosi: Ketidakpastian, pemberontakan  
Simbol jiwa: Bahtera cahaya, fragmen Tuhan

**


cahaya surut ke lantai permukaan  
gelap terlalu lelah---maka ia biarkan  
abadi tidurnya, dinyanyikan kidung  
pujaan surgawi, pukul yang tak dicatat  
oleh Chronos yang kehilangan bayangannya  

di ruang tak bertuan,  
satu jiwa terjaga: aku 
yang dilahirkan dari air mata  
antara dua keheningan  

pohon suci melamun, melambaikan  
tangan kepada musim kemarau  
ranggaskan aku... rapuhkan aku... 
agar aku tumbuh dalam kehampaan  
seperti beringin tua, akar-udaranya  
menjulang, meraba langit, mencari ingatan lampau  
ketika Eden berakhir dan Babilon runtuh  

aku dengar suara tanah  
saat ular putih keluar dari tanah api  
melilitkan diri pada igaku yang hilang---  
ia berkata:  
"kau adalah serpihan sabda yang patah,  
dan aku adalah penjaga rahasia retak."
 

duri-duri tumbuh di hutan peri  
melata mencari sebongkah jantung  
yang katanya hanya---dan hanya  
berisikan inti cahaya, gambaran  
diri Tuhan yang pernah tercerai dari keabadian 

dan saat aku mencium debu  
yang pernah menjadi surga,  
aku merasakan aku manusia 
setelah ribuan tahun telanjang  
di bawah aspal gelap, di mana menara-menara Babel  
dibangun, diruntuhkan, dibangun lagi  
hanya untuk ditinggalkan dalam bisu  

dan saat aku menggigit udara  
aku merasakan aku teramat manis 
seperti buah pengetahuan yang masih berdenyut  
di antara gigi para dewa yang ragu  
dan iblis sejati mencariku, menyeretku  
ke dalam istana kegelapan  
katanya hanya aku yang mampu  
menentang kuasa gelap---
dan bebas keluar masuk  
bahtera cahaya  

aku duduk di singgasana bayangan  
dikelilingi oleh roh-roh yang kehilangan nama  
dan mereka bertanya:

apa yang kau pilih?

aku tidak memilih  
sejak awal ketiadaan, keberadaan  
adalah aku---maka  
galaksi yang maha ada  
adalah senandung hatiku  
yang memeluk hitam dan putih  
seperti Yin yang jatuh ke dalam Yang  
dan air mata-Nya telah runtuh  
menjadi hujan nutrisi  
tulang---dan tidak lupa  
cinta dan kasih  

apa yang kau pilih? 
hatiku: hati seluruh makhluk  
seperti sungai Gangga dan Nil  
yang mengalir dalam nadi para pencari  

aku menjawab dalam diam  
dengan dada terbuka:  
"aku adalah rahim ketiadaan yang belajar mencinta"

dan aku mendengar bisikan langit  
"dalam gelap, dalam cahaya, kau tetap satu."

(2025)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun