M Sanantara
Celana Dalam yang Terlupakan di Ruang Kosong
Sempak terjepit di balik bayang-bayang, Â
Tak pernah ditanya, apa yang ia inginkan, Â
Lembut, menganga dalam kesenyapan, Â
Ia hanya tahu, Â
Ia terbuat dari ketenangan yang dipaksakan, Â
Jauh dari dunia yang keras, Â
Namun di mata dunia--- Â
Ia hanyalah kain penutup tubuh yang terabaikan.
Kancut, lebih suka berbicara pada Kolor, Â
Berdua mereka saling bertukar cerita tanpa ujung, Â
"Engkau terlalu lembut," kata Kancut, Â
"Sempak, kau tidak cukup untuk menampung hidupku." Â
Kolor yang lebih kasar, merasa hampa, Â
Menggenggam sepotong kain, Â
Bertanya, apakah ia benar-benar Kolor, Â
Atau hanya sempak yang tersesat dalam arus waktu. Â
Ada sesuatu yang hilang--- Â
Pencarian itu mencekam mereka.
Di ruang kosong yang dilihat dari sudut pandang sabun, Â
Sabun hanya membersihkan, Â
Tak pernah bertanya apa yang ingin dibersihkannya. Â
Namun, ia merasa lebih dekat pada sabuk celana, Â
Yang terkatung-katung, tak pernah disadari, Â
Melainkan hanya saat segala sesuatu terasa longgar. Â
Apakah sabuk celana, seperti sabuk kehidupan, Â
Yang menahan segala kegilaan tanpa suara?
Cangcut, yang lebih terhormat karena dekat dengan bra, Â
Memandang celana dalam dengan tatapan penuh tanya, Â
"Apakah kamu ingin lebih dari sekadar menjadi penutup?" Â
Celana dalam diam, meresapi keheningan, Â
Hingga akhirnya ia berkata, Â
"Aku lebih suka bra, Â
Dia melindungiku lebih dari yang bisa kujelaskan." Â
Namun bra, yang terjebak dalam definisi tugasnya, Â
Tidak pernah tahu apa yang sebenarnya dilindunginya.
Semua benda ini, Â
Sempak, Kancut, Kolor, Cangcut, Â
Mereka berbicara tanpa pernah mengerti, Â
Terjebak dalam dunia yang memaksakan mereka bermain peran, Â
Namun dalam kebisuan mereka, Â
Ada keresahan, ada kerinduan Â
Untuk menjadi lebih dari sekadar simbol yang dimaksudkan. Â
Mereka mencari kebebasan dalam kekosongan.
Tubuh telanjang itu menertawakan mereka, Â
Berjalan tanpa malu, tanpa batas, Â
Menanggalkan label yang melekat, Â
Tanpa peduli pada bentuk atau peran, Â
Mereka lebih suka hilang dalam ketiadaan, Â
Menghapus segala pencarian, Â
Karena mereka tahu, Â
Kebebasan itu bukan bentuk, bukan peran, Â
Melainkan kehilangan identitas yang dipaksakan.
Mungkin, pada akhirnya, Â
Yang mereka cari bukanlah "ada," Â
Melainkan "tak ada," Â
Sebuah ketidakberadaan yang menyembuhkan, Â
Melepaskan dari segala ketegangan identitas, Â
Seperti binatang yang terlahir kembali Â
Dari kulit yang lama.
(2025)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI