Ngeri benar, masih bernafas masih hidup namun menginginkan kematian karena jarak hidup dan mati seperti ingin yang meraba-raba perempuan itu. Karena sering kali ia menjadi perempuan yang tanpa kepala/kesadaran dan tanpa hati.
Ia perempuan yang sudah merasakan rumitnya gelombang ketidakadilan. Ia bertanya-tanya, apakah ia perempuan yang terlalu banyak menuntut. Tuntutan merasakan surganya keluarga, sebuah keadaan yang memberikan hangat dan nyamannya penerimaan.
Yang menjadi persoalan ia perempuan dengan kepala yang berisik. Banyak kegaduhan demi kegaduhan yang melintasi kepala perempuan itu. Terlalu banyak genangan air mata dan kebencian yang berujung dendam yang sudah bertamu dan menginap di hati perempuan itu, ia sesak dan kewalahan dengan pikiran dan diri sendiri.
Ada baiknya ia berhenti, berhenti untuk menuntut. Berhenti pula membiarkan kepala yang berisik menguasai diri dan pikiran. Sehingga luka dan duka tidak menjadi kebekuan yang menggerogoti kepala perempuan itu. Sebab jika membiarkan dirinya terus menjadi perempuan tanpa kepala, ia akan jadi perempuan dengan segala dilema yang tidak kunjung usai.
Ah, ngeri benar kehidupan manusia seperti perempuan itu. Bodoh, terlalu sensitif dan menikmati kemalangan yang tidak seharusnya ada.
***
Rantauprapat, 04 Maret - 30 April 2025
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI