Sinta menyeruput flat white-nya yang mulai dingin. "Tapi kenapa sih kita selalu expect timnas harus main cantik? Padahal Italia juga terkenal dengan catenaccio-nya, style mainnya super defensif."
"Nah itu!" Bimo menjentikkan jari. "Griezmann aja bilang, 'In football, there's no such thing as playing ugly. There's only winning or losing.' Yang penting efektif."
"Memang sih, walau lebih appreciate cara main kayak gini," kata mas Dab. "Tapi harusnya realistis, tau kemampuan diri, gak sok-sokan. Kayak filosofi bisnis aja: start small, think big."
"At least kita udah sampai babak final kualifikasi," hibur mas Dab. "Siapa yang nyangka Indonesia bisa bikin Australia ketar-ketir di leg pertama? Cuman repotnya... kekalahan ini bikin peluang lolos timnas mengecil"
"Dan tadi stadion banyak juga supporter Indonesia," kata Bimo. "Sampe orang Australia di sebelah gue bilang, 'Are we playing in Jakarta?'"
Langit Sydney mulai gelap ketika mereka memutuskan untuk pesan kopi kedua. Kekecewaan masih terasa, walau ada sedikit optimisme tersisa.
"Mungkin ini yang kita butuhkan," refleksi mas Dab. "Tim nasional yang realistis, gak hidup dalam mimpi. Build from the back, step by step."
Di setiap tegukan kopi pahit, selalu ada cerita soal biji yang digiling, diseduh dengan air panas, sebelum akhirnya menghasilkan aroma dan cita rasa yang mendalam.Â
Begitu pula dengan timnas. Setiap kekalahan adalah bagian dari proses penggilingan dan penyeduhan yang diperlukan untuk mencapai kematangan tim.Â
Mungkin saat ini rasanya pahit, tapi seperti penikmat kopi sejati yang memahami bahwa kepahitan adalah bagian dari kesempurnaan. Para pendukung timnas mungkin perlu memahami bahwa kekalahan ini adalah bagian dari perjalanan menuju tim nasional yang lebih baik.
Jalanan di sekitar kafe kopi mulai sepi. Mas Dab teringat pepatah lama: sepakbola memang permainan sederhana, tapi kadang kita yang membuatnya rumit dengan ekspektasi berlebihan.Â