Mohon tunggu...
Julianda Boang Manalu
Julianda Boang Manalu Mohon Tunggu... ASN pada Pemerintah Kota Subulussalam, Aceh

Penulis buku "Eksistensi Keuchik sebagai Hakim Perdamaian di Aceh".

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Job Hugging ASN, Stabilitas Karier atau Ancaman Reformasi Birokrasi?

15 September 2025   07:01 Diperbarui: 14 September 2025   20:52 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi ASN. (Sumber: wahananews.co/Freepik)

Dari sisi fiskal, job hugging yang hanya berorientasi pada bertahan tanpa kinerja maksimal bisa menjadi beban bagi negara. Anggaran negara terus dialokasikan untuk membayar gaji, tunjangan, dan pensiun ASN, tetapi output yang dihasilkan tidak sebanding. 

Hal ini tentu merugikan masyarakat yang berhak mendapatkan pelayanan publik yang optimal.

Tidak sedikit pula ASN yang bertahan hanya untuk menunggu hak pensiun. Fenomena ini mirip dengan "parkir karier," di mana seseorang tidak lagi memiliki semangat kerja, tetapi hadir setiap hari demi formalitas. Jika jumlahnya besar, maka birokrasi akan dipenuhi oleh pegawai pasif yang justru memperlambat roda organisasi.

Selain itu, gap generasi antara ASN senior dan junior semakin memperparah situasi. ASN muda yang bersemangat kadang merasa terhambat oleh senior yang sudah terlalu nyaman dengan pola lama. Hal ini bisa memunculkan konflik generasi di lingkungan birokrasi, yang akhirnya membuat kinerja tim tidak maksimal.

Oleh karena itu, meskipun job hugging memberikan stabilitas, sisi negatifnya berpotensi merusak tujuan besar reformasi birokrasi yang menuntut ASN lebih adaptif, profesional, dan inovatif.

Perspektif Psikologis dan Kultural 

Fenomena job hugging pada ASN juga perlu dilihat dari sudut pandang psikologis dan kultural. Bagi banyak ASN, pekerjaan bukan hanya soal penghasilan, tetapi juga identitas sosial. 

Status ASN masih dipandang prestisius di masyarakat, sehingga bertahan dalam posisi tersebut memberi rasa aman, baik secara ekonomi maupun sosial.

Namun, rasa aman ini seringkali berubah menjadi jebakan zona nyaman. ASN merasa tidak perlu lagi mengembangkan keterampilan baru karena posisinya dianggap sudah terjamin. 

Secara psikologis, kondisi ini bisa menciptakan rasa puas semu, padahal di dalamnya terdapat kebosanan dan kejenuhan. Akhirnya, banyak ASN bertahan bukan karena mencintai pekerjaannya, tetapi karena takut kehilangan status dan keamanan.

Budaya birokrasi di Indonesia yang cenderung hierarkis juga memperkuat fenomena job hugging. Pegawai seringkali lebih memilih bertahan mengikuti arus daripada tampil berbeda dengan ide-ide baru yang bisa menimbulkan risiko. Konformitas ini membuat banyak ASN menekan kreativitas mereka sendiri demi menjaga stabilitas posisi.

Perspektif kultural ini kontras dengan tuntutan zaman. Di era digital, masyarakat menuntut layanan publik yang cepat, transparan, dan inovatif. Jika ASN terlalu larut dalam budaya job hugging, maka kesenjangan antara harapan masyarakat dan kinerja birokrasi akan semakin melebar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun