Pandemi COVID-19 telah mengguncang sendi pariwisata dunia: destinasi-wisata sepi pengunjung, UMKM di sektor kepariwisataan terpuruk, dan perilaku wisatawan berubah drastis. Namun, ketika gelombang pandemi mulai mereda, muncullah tanya: seperti apa pariwisata pasca-pandemi? Bagaimana destinasi populer di Indonesia dan di belahan dunia menyesuaikan diri agar tidak hanya pulih, tetapi relevan bagi wisatawan baru dengan ekspektasi dan kekhawatiran yang berbeda?
Artikel ini mengulas kombinasi penelitian, kebijakan, dan praktik di lapangan tentang perubahan penting, adaptasi destinasi, dan peluang di era pariwisata "new normal".
Perubahan Kunci dalam Perilaku Wisatawan
Berdasarkan penelitian di Yogyakarta dan sumber lainnya, ada beberapa perubahan mendasar pada preferensi dan perilaku wisatawan pasca-pandemi:
1. Wisatawan "tech savvy" lebih tinggi
Penggunaan teknologi (aplikasi untuk reservasi, informasi destinasi, ulasan/gambar di media sosial) sudah menjadi bagian tak keterpisahkan dalam perencanaan wisata.Â
2. Kelompok kecil dan kunjungan lebih terencana
Wisatawan cenderung bepergian dalam kelompok kecil, menghindari kerumunan, memilih waktu kunjungan yang lebih sepi, dan memperhatikan detail protokol kesehatan.
3. Kesehatan, kebersihan, dan keamanan jadi prioritas
Destinasi yang memiliki protokol kesehatan yang jelas, fasilitas kebersihan yang memadai, dan reputasi aman dari sisi kesehatan lebih disukai.
4. Orientasi ke alam dan ruang terbuka
Wisata alam, ruang terbuka, pantai, pegunungan, desa wisata, dan tempat-natural menjadi lebih menarik dibanding wisata indoor atau tempat yang padat.
5. Permintaan fleksibilitas
Wisatawan menginginkan opsi pembatalan atau perubahan jadwal, akomodasi dan paket wisata yang fleksibel. Perjalanan yang rigid (misalnya, plan yang terlalu padat) dianggap kurang cocok dengan konteks ketidakpastian.
Bagaimana Destinasi Populer Beradaptasi
Destinasi-wisata di Indonesia dan global sudah melakukan adaptasi agar bisa memenuhi ekspektasi wisatawan baru. Beberapa strategi dan perubahan terlihat nyata:
1. Penguatan protokol kesehatan & keamanan
Pengelola destinasi, hotel, restoran, transportasi wisata menerapkan standar kebersihan tinggi, disinfeksi rutin, pembatasan kapasitas, penyediaan fasilitas cuci tangan/hand sanitizer.
2. Digitalisasi dan penggunaan teknologi
Mulai dari pemesanan tiket secara online, sistem check-in touchless, pembayaran non-tunai, penggunaan QR code, aplikasi informasi destinasi, dan virtual tour sebagai pengantar wisatawan.
3. Promosi dan pengemasan wisata lokal &Â small scale
Banyak destinasi memperkuat segmen wisata domestik, memunculkan paket wisata kearifan lokal, desa wisata, dan destinasi kecil yang mungkin sebelumnya kurang diperhatikan.
4. Pariwisata yang lebih berkelanjutan
Memperhatikan aspek lingkungan (green, blue, circular economy), konservasi budaya, dan keterlibatan masyarakat lokal sebagai bagian dari daya tarik. Destinasi berusaha menjaga ekologi sambil menawarkan pengalaman wisata yang menyatu alam.
5. Paket wisata fleksibel & layanan adaptif
Layanan yang memungkinkan pembatalan atau penjadwalan ulang, adaptasi terhadap regulasi kesehatan, pilihan akomodasi yang menjaga jarak, serta pengalaman wisata yang bisa disesuaikan dengan preferensi pengguna (misalnya, private tour, time slots).
Contoh Nyata dari Indonesia
- Yogyakarta: Studi menunjukkan wisatawan di Yogyakarta kini lebih memperhatikan aspek kebersihan, memilih destinasi alam dan terbuka, dan merencanakan perjalanan dengan jauh lebih teliti.
- Kebijakan Kementerian Pariwisata & Ekonomi Kreatif: Menekankan konsep "pariwisata baru" (personalized, customised, localized, smaller in size), keamanan dan kesehatan menjadi kunci dalam atraksi, amenitas, dan aksesibilitas.
- Kolaborasi dan pemberdayaan UMKM: Pemerintah mendorong komunitas lokal, pelaku UMKM, dan startup pariwisata sebagai bagian dari strategi ketangguhan agar pariwisata tak hanya mengandalkan pemain besar saja.
Tantangan yang Masih Harus Dihadapi
- Adaptasi bukan tanpa hambatan. Beberapa tantangan besar yang dihadapi destinasi populer:
- Ketidakpastian regulasi dan kesehatan global: Varian virus baru, kebijakan pembatasan perjalanan yang berubah-ubah membuat perencanaan jangka panjang sulit.
- Keterbatasan infrastruktur dan sumber daya lokal: Banyak destinasi lokal yang fasilitasnya belum siap, misalnya sanitasi, transportasi, dan digitalisasi.
- Biaya adaptasi: Standar kebersihan, digitalisasi, promosi memerlukan dana dan kapasitas yang tak semua pelaku usaha punya.
- Perubahan ekspektasi wisatawan yang cepat: Wisatawan kini lebih kritis terhadap keamanan, pengalaman unik, dan nilai keberlanjutan; destinasi harus terus membarui diri agar tidak ketinggalan.
Peluang Besar ke Depan
Di balik perubahan dan tantangan, ada peluang yang bisa dimanfaatkan:
1. Wisata lokal / domestik sebagai tulang punggung pemulihan
Potensi besar untuk destinasi-desa, wisata alam, budaya lokal yang sebelumnya kurang diekspos.
2. Ekoturisme dan wisata berkelanjutan
Dengan kesadaran akan lingkungan meningkat, destinasi yang menggabungkan pelestarian alam dan budaya akan menjadi pilihan menarik.
3. Inovasi digital & experience yang terpersonalisasi
 Wisata virtual, augmented reality, storytelling lokal, pengalaman "off the beaten path" bisa jadi pembeda.
4. Kerja sama publik-swasta & lintas sektor
Kolaborasi dengan sektor kesehatan, transportasi, ekonomi kreatif, komunitas lokal, dan pemerintah daerah agar adaptasi lebih menyeluruh dan manfaat dirasakan banyak pihak.
Kesimpulan
Pariwisata pasca-pandemi bukan hanya soal kembali seperti dulu, tetapi transformasi: destinasi wisata harus berubah agar relevan bagi wisatawan yang kini lebih peka terhadap kesehatan, keamanan, fleksibilitas, dan keberlanjutan. Adaptasi bukan opsi melainkan keharusan.
Destinasi populer yang sukses bukan hanya yang menarik banyak pengunjung, tetapi yang mampu:
- Memahami dan menyesuaikan diri dengan perubahan preferensi wisatawan,
- Menjaga kesehatan serta keamanan sebagai bagian dari pengalaman wisata, memanfaatkan digitalisasi & teknologi, dan menggabungkan pendekatan keberlanjutan dan lokalitas.
Jika strategi-strategi tersebut dijalankan dengan konsisten dan inklusif, maka bukan hanya destinasi lama yang bisa bangkit, tetapi destinasi baru memiliki kesempatan untuk muncul sebagai destinasi pilihan wisatawan masa depan.
Rekomendasi Untuk Pelaku Pariwisata dan Pemerintah Daerah
- Lakukan survei lokal terhadap wisatawan untuk memahami preferensi pasca-pandemi secara spesifik (karena tiap destinasi punya karakter berbeda).
- Perkuat fasilitas kesehatan dan kebersihan di destinasi, termasuk sertifikasi atau pengakuan untuk meningkatkan kepercayaan wisatawan.
- Dorong digitalisasi hingga ke level UMKM (website, media sosial, reservasi online, pembayaran non tunai).
- Manfaatkan promosi digital dan storytelling lokal sebagai cara membedakan destinasi.
- Jadwalkan kapasitas kunjungan agar tidak overload dan menjaga pengalaman pengunjung tetap bagus.
Semoga destinasi-destinasi populer di Nusantara makin tangguh, kreatif, dan ramah untuk wisatawan masa depan. Karena liburan yang baik bukan hanya soal pemandangan, tetapi rasa aman, nyaman, dan makna yang kita bawa pulang.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI