Bel istirahat berbunyi. Kegaduhan pecah di koridor. Para murid berhamburan lewat pintu kelas di kanan-kiri. Paman Revan dan Ayah Calvin menyaksikan dengan sedih ketika tak satu pun anak berani menyapa Silvi. Hanya Jose yang selalu ada di sisinya.
"Bagaimana caraku berterima kasih pada anakmu, Calvin?" Paman Revan mendesah, menatap punggung Jose di kejauhan.
"Tidak perlu. Aku tahu anakku tulus dan penyayang. Kasus ini benar-benar melelahkan. Jika selesai dengan baik, aku akan memasakkan masakan oriental untuk anak-anak di panti sosial khusus difabel itu." Ayah Calvin bergumam sendiri.
Detik berikutnya, perhatian mereka teralih. Jose mimisan. Ayah Calvin dan Paman Revan kalah cepat dari Ms. Erika. Wanita cerdas itu bergegas mendekati dua muridnya.
"Kau...!" tuduhnya ke arah Silvi.
"Kauapakan sepupumu?"
"Tidak, Ms. Erika. Gabriel tiba-tiba seperti itu..." Silvi patah-patah menjelaskan.
Mata Ms. Erika berkilat tak percaya. Cepat-cepat dibawanya Jose menjauh dari Silvi. Gerakannya sulit terkejar. Ms. Erika membawa Jose ke ruang guru, menutup pintu, lantas menguncinya.
"Erika! Jangan sentuh keponakanku!" seru Paman Revan marah.
Ayah Calvin mencengkeram lengan kakak iparnya. Ia tahu siapa Ms. Erika. Staf pengajarnya tidak akan main fisik, ia bisa pastikan itu.
"Calvin, bisanya kau tenang-tenang saja! Anakmu dalam kekuasaan wanita jahat itu!"