Ayah Calvin tersadar. Akankah musim hujan datang lebih awal? Akankah khayalan dalam kepala sastrawan sekaliber Sapardi Djoko Damono terwujud? Oh tidak, itu Hujan Bulan Juni.
Mengapa pikirannya melayang kemana-mana? Seharusnya Ayah Calvin sudah memulai sesuatu. Seperti yang telah direncanakannya.
Belum sempat ia beranjak, sesuatu menggelitik lehernya. Menjalar pelan hingga ke dada. Merambat sampai ke tenggorokan. Perih. Menyesakkan.
Ayah Calvin terbatuk. Sakit itu, hadir lagi. Ia gampang terbatuk dan emrasakan sakit bila kelelahan menghebat di tubuhnya.
Lelah. Satu kondisi yang harus dijauhi penderita kekentalan darah seperti dirinya. Kelelahan sedikit saja, pulihnya lama sekali.
Pelan dipegangnya tangan Jose. Anak tunggalnya itu tidur di sampingnya. Sejak perkabungan dalam keluarga, Jose sulit sekali dipisahkan dari sang ayah. Kasihan bila membangunkan Jose. Ia memang uska melewatkan malam-malam bersama Ayahnya. Tetapi...
Oh God! Apa lagi ini? Sesuatu mengalir pelan dari hidungnya.
Helaian tissue dipenuhi darah. Tidak, ini tidak boleh dibiarkan. Perlahan Ayah Calvin bangkit dari ranjang. Keletihan dan eksakitan diabaikannya.
Ia telah berjanji.
Janji harus ditunaikan.
Sayang sekali...