Dengan berani, Jose membantu Silvi saat ulangan Matematika. Ia sengaja melakukannya di depan hidung Ms. Erika. Tentu saja guru anti kritik itu berang.
Kemarahannya ia tahan. Jose adalah kunci penting salah satu ambisinya. Ms. Erika tidak mau salah langkah.
Anak pemegang kunci obsesinya itu sungguh berani. Di saaat semua temannya ketakutan, Jose justru menunjukkan kasih sayangnya pada Silvi. Persis apa yang dilakukan Ayah Calvin. Sementara itu, Silvi menikmati perhatian sepupu dan ayah keduanya.
Tak sepotong pun pengaduan dilayangkannya pada Paman Revan. Namun, pria setengah bule bermata biru itu tahu semua yang dialami putrinya. Dua hari setelah embargo Ms. Erika, Paman Revan datang ke sekolah pada jam pelajaran. Ia perhatikan Silvi diam-diam.
Perasaannya berkecamuk. Hatinya hangat dan perih di saat bersamaan. Hangat karena Jose selalu ada di samping Silvi. Perih akibat sanksi sosial Ms. Erika.
"Kalau bersedih, tunjukkan saja. Di sini tidak ada siapa-siapa."
Suara bass bertimbre berat tapi empuk itu mengejutkannya. Refleks Paman Revan memutar tubuh. Ayah Calvin berdiri di belakangnya. Sesaat dua pria berjas mahal itu saling pandang.
"Staf gurumu itu anti kritik. Memangnya Erika itu siapa?" kecam Paman Revan.
"Erika mantan kepala sekolah di sebuah sekolah negeri favorit. Kutarik dia ke sini dengan gaji tinggi. Murid-muridku butuh guru yang cerdas." jelas Ayah Calvin seraya membetulkan letak kacamatanya.
Paman Revan mendengus. "Sekolah negeri? Birokrat...bisa juga ASN. Membawa mental feodalistis."
Mendengar itu, Ayah Calvin terenyak. Salahkah ia mempekerjakan mantan birokrat?