Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ayah, Kita Orang Indonesia Kan?

13 Mei 2019   06:00 Diperbarui: 13 Mei 2019   06:04 884
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Picture by Kanenori (Pixabay)

"Makanya itu, Sayang. Ayah bersyukur kamu sudah tampan sejak lahir. Kamu sehat, dan tidak perlu seperti ini." tunjuk Ayah Calvin ke foto itu.

Ah, tidak juga. Jose terlahir tampan karena darah Ayah Calvin mengalir di tubuhnya.

Mereka melanjutkan perjalanan. Mobil terhenti di depan pusat pertokoan. Kata Ayah Calvin, dulunya ada supermarket di sini. Supermarket itu terbakar saat kerusuhan terjadi.

Saat menyebut kerusuhan, wajah Ayah Calvin makin pias. Dadanya sakit, sangat sakit. Ia terbatuk. Masih bisa dirasakannya asap itam membubung menyesakkan dada. 

Masih jelas tergambar bayangan orang-orang mengangkuti beras, kulkas dua pintu, televisi, buah-buahan, baju, dan perabotan. Supermarket dijarah, lalu dibakar. Seruan-seruan "bakar Cina!" "Bunuh Cina!" terus terngiang.

"Ayah, kita pulang aja ya. Ayah sakit lagi kayaknya..." pinta Jose pelan.

Mereka pulang. Tiba di rumah, Ayah Calvin memakaikan piyama pada Jose. Menidurkan anak itu di ranjang.

Seperti malam-malam sebelumnya, Jose kembali merasakan kehangatan Ayahnya sebelum tidur. Walau ia sedikit cemas ketika Ayah Calvin meninggalkannya sebentar. Samar didengarnya bunyi muntahan. Dia lihat noda darah memerciki jas hitam itu sewaktu Ayahnya kembali.

"Ayah..." panggil Jose hati-hati.

"Iya, Sayang?"

"Ayah, kita orang Indonesia, kan?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun