Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[3 Pria, 3 Cinta, 3 Luka] Hijab, Hati yang Memeluk Luka

12 Februari 2019   06:00 Diperbarui: 12 Februari 2019   05:59 385
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

-Semesta Calvin-

Sejak kecil, Calvin tak punya mobil. Naik mobil pribadi menjadi sesuatu yang mahal baginya. Ia baru akan menaiki kendaraan roda empat itu saat pergi bersama Revan atau menggunakan jasa taksi daring.

Tak heran bila pagi ini ia merasa seperti dimasukkan ke lembar fatamorgana. Setelah dibolehkan keluar dari rumah sakit, Tuan Effendi mengantarnya dengan Limousine. Satu-dua kali Calvin menggosok matanya. Tak percaya ia bisa menaiki mobil berinterior mewah ini. Dilemparkannya pandangan pada kayu trim yang melapisi dashboard. Dirasakannya tempat duduk mobil yang empuk berselimut kulit. Sentuhan retro terlihat pada lampu depan mobil yang berbentuk vertikal chrome, lampu belakang ekor vertikal, batang kemudi berpalang dua, dan lapisan kroom di beberapa bagian. Kluster instrument sudah menggunakan model digital. Sandaran tangan di jok belakang mobil tersambung dengan tab dan smartphone.

Tuan Effendi duduk di sisinya. Menggenggam pelan tangan Calvin yang terasa dingin. Calvin dapat merasakan sensasi kekhawatiran yang menguar dalam dirinya.

"My Dear Calvin, kamu yakin tetap tinggal di rumah Assegaf? Kamu sakit, Nak." Tuan Effendi melayangkan konfirmasi untuk kesekian kali.

"Saya yakin. Mengapa Anda begitu khawatir pada saya?"

Perhatian Tuan Effendi sedikit banyak memunculkan tanda tanya. Calvin merasa dirinya bukan sesiapa. Tak pantas menerima bentuk perhatian sebesar itu.

"Saya sudah menganggapmu seperti anak sendiri. Saya tidak punya anak...rasanya wajar."

Separuh frasa menanti di ujung lidahnya. Namun Calvin batal bicara. Tak tega merusak suasana hati Tuan Effendi. Pikirnya, semua ini terlalu berlebihan.

"Saya menyayangimu, My Dear. Sejak pertama kali kita bertemu. Jujur, saya keberatan kalau kamu tinggal di rumah Assegaf."

Ungkapan keberatan berbalas kelembutan. Calvin tidak ingin menyakiti pria itu. Dengan lembut, ia mencoba memberi pengertian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun