Ada rasa kesal sedikit, tapi itulah namanya juga berpetualang, ada saja kejutannya.Â
Gua Putri Pukes
Saya lanjut berkendara, menyusuri jalan raya yang mengitari Danau Lut Tawar. Tampak tambak-tambak udang di tengah danau, jajaran floating resto yang turut mengiringi perjalanan ini.
Tak lama, saya tiba juga di Gua Putri Pukes. Gua kecil yang jauh lebih baik kondisinya, masih terawat dengan baik, dan ada penjaganya yang menjadi guide. Untuk masuk ke gua ini, pengunjung dikenakan tarif Rp 5.000 saja.
Di dalam gua, terdapat satu tempat yang katanya dulu menjadi tempat semedi. Di bagian tengahnya ada sumur besar yang hanya dua kali dalam setahun airnya bisa penuh. Air dari sumur tersebut biasa digunakan masyarakat untuk pengobatan.
Di sudut lain, terdapat batu besar yang menyerupai manusia, hanya saja bagian bawahnya sudah membesar karena tetesan air stalaktit. Konon batu tersebut merupakan Putri Pukes, seorang putri dari Kerajaan Tanah Gayo yang tiba-tiba menjadi batu lantaran melanggar apa yang dikatakan oleh orang tuanya.Â
Teluk Mendale Cafe
Setelah dari Gua Putri Pukes, saatnya cafe hoping, menguji rasa kopi arabika Gayo langsung dari Tanah Gayo. Pertama, Teluk Mendale Cafe. Konsepnya semi floating cafe, tepat di tepi Danau Lut Tawar.
Kesan pertama saat masuk cafe ini adalah indah dan tenang sekali rasanya. Suguhan lanskap bukit-bukit barisan, hijaunya danau, kapal-kapal nelayan yang sesekali melintas, dan angin sepoi yang menyejukkan, semakin menyempurnakan cafe ini.Â
Tapi sayang, saya tidak dapat menikmati Kopi Rinang Mandale yang menjadi produk unggulan cafe ini karena sold out.